Baca Juga: Teta-Teki Tata Bahasa Sansekerta Terpecahkan Setelah 2.500 Tahun
Baca Juga: Bisakah Manusia Berpikir Tanpa Berkata-kata di Kepala? Ini Kata Sains
Baca Juga: Dunia Hewan: Bagaimana Binatang Berbicara dan Memahami Satu Sama Lain?
Baca Juga: Penemuan Arkeologi Tangan Perunggu Bertuliskan Bahasa Vasconic
Barangkali, ini juga yang terjadi pada masyarakat Bante-Serang. Secara wilayah, mereka berada di kawasan etnis Sunda, dan para raja-raja mereka memiliki hubungan dengan Kerajaan Pasundan. Akan tetapi, beberapa kata dalam bahasa Banten-Serang, justru mengadopsi Bahasa Jawa yang jauh di timur.
Sementara pada kasus lain, perkembangan bahasa yang tidak cocok dengan genetik, disebabkan migrasi. Para migran mempelajari bahasa lokal di tanah baru mereka, dan lambat laun justru fasih berbahasa lokal.
Misalnya, penduduk Yahudi di Georgia mengadopsi bahasa Kaukasia Selatan, dan orang Yahudi Cochin di India fasih berbahasa Dravida. Atau, etnis Tionghoa di Indonesia justru lebih mampu bercakap bahasa Indonesia, bahkan bahasa lokal seperti Jawa, Batak, dan Sunda, daripada bahasa Mandarin.
“Orang Hongaria, misalnya, secara genetik mirip dengan tetangganya, tetapi bahasa mereka terkait dengan bahasa yang digunakan di Siberia,” ujar Kentaro Shimizu memberi contoh lain. Dia adalah salah satu penulis studi dari Department of Evolutionary Biology and Environmental Studies, University of Zurich.
"Tampaknya melepaskan bahasa Anda tidak terlalu sulit, juga karena alasan praktis," tambahnya.
“Ini mungkin memberi kesan bahwa kecocokan gen-bahasa adalah norma, tetapi penelitian kami menunjukkan bahwa bukan itu masalahnya,” Barbieri berpendapat.
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR