Sebelum kematiannya, Xianfeng telah memilih delapan orang — pangeran dan menteri dari lingkaran dalamnya — untuk membentuk Dewan Wali Penguasa dan memerintah sampai putranya dewasa.
Cixi melihat kematian kaisar sebagai momen yang diperlukan untuk melakukan pukulan untuk memperbaiki Tiongkok.
Dia pikir para wali penguasa memberi nasihat yang buruk pada kaisar. Cixi, yang saat itu dikenal sebagai Selir Yi, bekerja sama dengan Zhen dalam rencana untuk melancarkan kudeta.
Dia dan Zhen didukung oleh dua saudara laki-laki Xianfeng, Pangeran Gong dan Pangeran Chun. Kedua wanita itu berhasil menggulingkan wali penguasa, memenjarakan lima dari mereka, mengeksekusi satu, dan memerintahkan dua untuk bunuh diri.
Permaisuri dan selir akan memerintah sampai kaisar kecil itu dewasa. Keduanya mengambil nama baru. Zhen menjadi Ci'an ("ramah dan tenteram") dan Yi mengambil nama Cixi ("ramah dan gembira") untuk menandai peristiwa kudeta itu.
Modernitas dan tradisi
Selama lima dekade berikutnya, nasib Tiongkok ditentukan oleh Cixi. Dia berhasil memaksakan otoritasnya terlepas dari posisi inferior yang diberikan oleh protokol pengadilan yang ketat kepada wanita.
Permaisuri memimpin rapat dari balik layar karena para menteri tidak seharusnya melihatnya. Dia tidak pernah memasuki bagian terdepan Kota Terlarang, yang diperuntukkan bagi kaisar.
Sebaliknya Cixi mengandalkan pria yang setia untuk melaksanakan keputusannya, seperti Pangeran Gong, yang mengepalai Dewan Kekaisaran Agung. Karena dia mengatur di belakang layar, orang yang menjalankannya dipuji-puji atas prestasinya. Sementara lawan-lawannya menyebut dia sebagai konspirator yang licik dan haus darah.
Gubernur Manchu saat itu terbagi dua. Mereka adalah kelompok menentang orang Barat dan mereka yang, seperti Cixi, ingin memodernisasi Tiongkok.
Mengapa Cixi begitu ingin memodernisasi Tiongkok? Tujuannya untuk meningkatkan ekonomi guna menghindari penyerahan total kepada Barat serta Jepang. Keduanya menjadi ancaman serius bagi Tiongkok sejak lama.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR