Nationalgeographic.co.id—Lahir pada tahun 1835, gadis muda yang kelak menjadi Ibu Suri Cixi memiliki masa muda yang biasa saja. Lan Kueu, baik melalui nasib baik dan tekad yang teguh, kelak naik ke tampuk kekuasaan di Tiongkok. Ia menjadi ibu suri, memerintah sebagai ratu wali dari tahun 1861 hingga kematiannya pada tahun 1908. “Masa pemerintahannya menjadi salah satu periode paling bergejolak dalam sejarah Tiongkok,” tulis Josep Maria Casals di National Geographic. Dengan kemauan keras dan kecerdasan, ia mengubah Tiongkok dari masyarakat abad pertengahan menjadi kekuatan modern di panggung global. Bagaimana perjalanan Cixi, dari selir nan kontroversial hingga jadi ratu yang memodernisasi Tiongkok?
Kehidupan awal Cixi
Hanya sedikit catatan konkret yang tersisa dari kehidupan Cixi sebelum usia 16 tahun. Dilahirkan dengan nama Lan Kueu, ia berasal dari suku Manchu, etnis minoritas yang berkuasa sejak tahun 1600-an.
Keluarganya kemungkinan besar adalah pegawai pemerintah. Dia mungkin bisa membaca, menulis, menggambar, dan menjahit. Beberapa sejarawan mengatakan ayahnya meminta nasihatnya. “Sang ayah menghargai pendapatnya setara dengan pendapat seorang putra,” tambah Casals.
Sayangnya, posisi terhormat di dalam lingkup keluarga kandungnya tidak akan memenangkan rasa hormat pada Cixi di dunia luar. Itu karena dia terlahir sebagai perempuan, pendapatnya tidak berarti bagi laki-laki di masa itu.
Cixi yang berusia 16 tahun harus dipersembahkan oleh keluarganya untuk jadi selir kaisar Tiongkok yang baru dinobatkan, Xianfeng. Ini hal biasa dialami oleh para gadis remaja saat itu.
Terpilih sebagai permaisuri berpangkat rendah, Cixi meninggalkan keluarganya. Ia tinggal di Kota Terlarang bersama wanita lain di harem kaisar.
Kudeta istri kaisar yang mangkat
Permaisuri utama Xianfeng adalah Permaisuri Zhen. Memiliki kedudukan tertinggi di antara selir kaisar, ia berteman dengan Cixi. Hubungan itu menguntungkan mereka berdua, terutama setelah Cixi melahirkan satu-satunya putra kaisar yang masih hidup pada tahun 1856. “Kelahiran putra kaisar itu mengangkat status Cixi dan memberinya kunci kekuasaan,” kata Casals lagi.
Di awal masa pemerintahannya, Xianfeng menghadapi masalah kolosal baik di dalam maupun luar negeri. Dia berkuasa pada usia 18 tahun 1850, tahun yang sama ketika kelaparan yang merebak menyebabkan Pemberontakan Taiping. Itu adalah pemberontakan petani besar-besaran di provinsi selatan.
Pemberontakan itu terus berlanjut dan menyebabkan sekitar sepertiga dari Tiongkok berada di bawah kendali pemberontak. Enam tahun kemudian, Prancis dan Inggris menginvasi Tiongkok, memulai Perang Candu kedua dan membebani sumber daya negara. Konflik ini juga memicu perdebatan sengit antara faksi pro dan anti-Barat di Tiongkok.
Menghadapi semua kekacauan ini, Kaisar Xianfeng meninggal pada tahun 1861. Putra Cixi yang baru berusia lima tahun menjadi pewaris kekaisaran. Ia mendapat gelar Kaisar Tongzhi.
Sebelum kematiannya, Xianfeng telah memilih delapan orang — pangeran dan menteri dari lingkaran dalamnya — untuk membentuk Dewan Wali Penguasa dan memerintah sampai putranya dewasa.
Cixi melihat kematian kaisar sebagai momen yang diperlukan untuk melakukan pukulan untuk memperbaiki Tiongkok.
Dia pikir para wali penguasa memberi nasihat yang buruk pada kaisar. Cixi, yang saat itu dikenal sebagai Selir Yi, bekerja sama dengan Zhen dalam rencana untuk melancarkan kudeta.
Dia dan Zhen didukung oleh dua saudara laki-laki Xianfeng, Pangeran Gong dan Pangeran Chun. Kedua wanita itu berhasil menggulingkan wali penguasa, memenjarakan lima dari mereka, mengeksekusi satu, dan memerintahkan dua untuk bunuh diri.
Permaisuri dan selir akan memerintah sampai kaisar kecil itu dewasa. Keduanya mengambil nama baru. Zhen menjadi Ci'an ("ramah dan tenteram") dan Yi mengambil nama Cixi ("ramah dan gembira") untuk menandai peristiwa kudeta itu.
Modernitas dan tradisi
Selama lima dekade berikutnya, nasib Tiongkok ditentukan oleh Cixi. Dia berhasil memaksakan otoritasnya terlepas dari posisi inferior yang diberikan oleh protokol pengadilan yang ketat kepada wanita.
Permaisuri memimpin rapat dari balik layar karena para menteri tidak seharusnya melihatnya. Dia tidak pernah memasuki bagian terdepan Kota Terlarang, yang diperuntukkan bagi kaisar.
Sebaliknya Cixi mengandalkan pria yang setia untuk melaksanakan keputusannya, seperti Pangeran Gong, yang mengepalai Dewan Kekaisaran Agung. Karena dia mengatur di belakang layar, orang yang menjalankannya dipuji-puji atas prestasinya. Sementara lawan-lawannya menyebut dia sebagai konspirator yang licik dan haus darah.
Gubernur Manchu saat itu terbagi dua. Mereka adalah kelompok menentang orang Barat dan mereka yang, seperti Cixi, ingin memodernisasi Tiongkok.
Mengapa Cixi begitu ingin memodernisasi Tiongkok? Tujuannya untuk meningkatkan ekonomi guna menghindari penyerahan total kepada Barat serta Jepang. Keduanya menjadi ancaman serius bagi Tiongkok sejak lama.
Cixi menganjurkan westernisasi — tetapi tidak sepenuhnya. Misalnya, dia membutuhkan waktu hampir 20 tahun untuk menyelesaikan pembangunan rel kereta api. Pasalnya, ia tidak ingin mengganggu makam leluhur yang terletak di dekat jalur yang diusulkan.
Cixi juga tidak ingin mempromosikan pabrik tekstil karena mereka mengambil pekerjaan dari wanita Tionghoa.
Sang ibu suri menyadari akan banyaknya penolakan terhadap reformasi di kalangan rakyat. Mulai dari rakyat jelata hingga pegawai negeri hingga bangsawan, mereka membenci apa yang disebut kebiasaan barbar Barat.
Terlepas dari kritik dan penolakan, Cixi berhasil membawa perdamaian ke Tiongkok. Ia meletakkan keuangan publik pada pijakan yang sehat, membangun angkatan laut, dan mendorong Tiongkok membuka diri terhadap dunia. Dengan bantuan orang Barat yang memimpin tentara, pemberontak Taiping Selatan akhirnya dihancurkan.
Secara resmi, Cixi harus mundur ketika Tongzhi dewasa pada tahun 1873. Dua tahun setelah pemerintahannya, serangan cacar membunuh kaisar muda, yang tidak meninggalkan ahli waris.
Beberapa percaya bahwa Cixi yang haus kekuasaan meracuni putranya untuk mempertahankan kekuasaan. Namun tidak ada bukti pembunuhan. Lagi-lagi desas-desus gelap terus beredar di sekitar Cixi. Dan ini bukan untuk yang terakhir kalinya.
Menundukkan kaisar
Cixi kembali merebut kendali pemerintahan, mengadopsi putra dari saudara perempuannya dan Pangeran Chun. Putra itu diangkat menjadi kaisar baru.
Ci’an dan Cixi terus bertindak sebagai wali kaisar baru, Guangxu — yang baru berusia tiga tahun. Ini dikerjakan bersama hingga Ci’an meninggal secara mendadak pada 1881. Setelah itu, Cixi menjadi satu-satunya wali penguasa.
Ia memulai modernisasi gelombang kedua, memperkenalkan listrik dan pertambangan batu bara. Ibu suri itu memulai perang dengan Prancis untuk menentang ambisi teritorialnya di perbatasan antara Tiongkok dan Vietnam. Namun perang tersebut berakhir dengan jalan buntu.
Cixi secara resmi menyerahkan kekuasaan kepada Guangxu pada tahun 1889 ketika dia sudah dewasa. Dididik dalam ortodoksi Konfusius yang paling ketat, Guangxu curiga terhadap segala sesuatu yang berbau Barat.
Kegagalannya untuk memahami dunia modern kemudian membuatnya meninggalkan program angkatan laut Tiongkok. Tindakan Guangxu mengakibatkan kekalahan telak dari Jepang pada tahun 1895. “Lagi-lagi krisis ini membuat Cixi kembali menjadi penguasa de facto,” ujar Casals.
Muncul ketegangan antara Cixi dan putra angkatnya, dan antara reformis dan tradisionalis. Semua ini ikut dipengaruhi seorang akademisi dan penasihat, Kang Youwei. Proposal reformasinya memenangkan Guangxu, tetapi Cixi tidak mempercayainya.
Kang melibatkan kaisar dalam komplotan untuk membunuhnya, tetapi rencana mereka diketahui pada tahun 1898. Kang melarikan diri ke Jepang dan Guangxu ditempatkan di bawah tahanan rumah. Ini menjadikannya sebagai kaisar boneka tetapi secara efektif menyingkirkannya dari kekuasaan.
Baca Juga: Tidak Terkalahkan, Kaisar Qin Shi Huangdi Membentuk Tiongkok Bersatu
Baca Juga: Terbuka pada Budaya Asing, Dinasti Tang Bawa Tiongkok ke Era Keemasan
Baca Juga: Wu Zetian, Selir yang Menyingkirkan Kaisar dan Mengakhiri Dinasti Tang
Baca Juga: Wei Zhongxian, Kasim Tiongkok yang Memiliki Kekuatan Setara Kaisar
Cixi terus memerintah Tiongkok sampai kematiannya. Sang ibu suri selamat dari sejumlah krisis, termasuk Pemberontakan Boxer. Pemberontakan itu berakhir dengan kekalahan Tiongkok di tangan koalisi asing pada tahun 1901.
Dalam menghadapi kekalahan, Cixi menyalahkan dirinya sendiri atas kehancuran yang disebabkan oleh perang.
Pada Januari 1902 Cixi mengumumkan serangkaian reformasi yang mengguncang semua aspek kehidupan penduduk Tiongkok. Pernikahan antara pasangan Han dan Manchu disahkan. Pengikatan kaki, kebiasaan yang sudah lama dilakukan pada gadis Han, dilarang. Kebebasan pers diperluas. Pada tahun 1906 Cixi mengumumkan bahwa Tiongkok akan diubah menjadi monarki konstitusional dengan pemilihan umum.
Cixi meninggal pada November 1908, hanya satu hari setelah kematian Guangxu. Banyak yang meyakini jika Cixi diracuni untuk memastikan kedaulatan yang lemah akan tetap berada di luar kekuasaan.
Cixi menunjuk keponakan laki-lakinya yang berusia dua tahun sebagai ahli waris. Seorang ibu suri baru diangkat untuk mengawasi Tiongkok yang dibawanya ke zaman modern.
Perjalanannya berliku dan penuh kontroversi. Namun upaya keras Cixi memodernisasi negerinya akhirnya membawa Tiongkok ke panggung dunia hingga kini.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR