Altherr adalah rekan penulis dalam studi ini. Dia adalah seorang ahli biologi dan pakar perdagangan satwa liar dari badan amal Pro Wildlife yang berbasis di Jerman.
Sekilas, peternakan katak komersial, seperti yang dioperasikan di Vietnam, mungkin tampak sebagai alternatif yang dapat mengurangi tekanan dari populasi katak liar. Namun pemasokan ulang peternakan katak secara terus-menerus dengan spesies asli dari alam liar dan, spesies non-asli menimbulkan banyak risiko.
Baca Juga: Dunia Hewan: Spesies Baru Katak Lord of the Rings Ditemukan di Ekuador
Baca Juga: Dunia Hewan: Kodok Raksasa Toadzila Ditemukan Rangers di Australia
Baca Juga: Dunia Hewan: Darahnya Merah, Bagaimana Katak Kaca Menjadi Transparan?
Katak-katak itu bisa melarikan diri, menginvasi, dan jadi agen penyebaran penyakit. Ini merupakan merupakan deretan risiko serius bagi lingkungan.
Pemanenan populasi dan spesies katak liar yang diproduksi di peternakan katak komersial untuk tujuan konsumsi juga mengesampingkan tindakan pengendalian penyakit dan kebersihan. Selain itu, perdagangan lintas batas spesies untuk konsumsi telah menyebabkan polusi genetik dan hibridisasi antarspesies.
“Selama penelitian ini, menjadi jelas betapa sulitnya untuk mendapatkan data konkret tentang perdagangan internasional kaki katak saat ini. Secara khusus, data yang relevan tersebar di berbagai basis data yang tidak terhubung,” tulis para peneliti dalam makalah mereka.
Selama peninjauan mereka, tim peneliti tidak dapat menemukan data yang diterbitkan apakah residu pestisida dan zat beracun lainnya dalam (olahan) katak atau kaki katak yang diimpor ke Uni Eropa telah terpantau.
“Hal ini sendiri mengejutkan dan mengingat situasi di negara-negara pengekspor dan kurangnya transparansi dan manajemen dalam penerapan bahan kimia pertanian dan obat hewan dalam peternakan komersial, kami sangat menyarankan agar pemantauan ini menjadi tugas mendesak di masa mendatang untuk negara-negara pengimpor," tulis mereka.
“Kompleksitas masalah yang mendasari perdagangan kaki katak bukanlah item kebijakan prioritas untuk Uni Eropa,” simpul para peneliti, seperti dikutip dari Pensoft Publishers.
Mereka menambahkan bahwa daftar spesies katak yang paling terpengaruh di bawah Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar Terancam Punah (CITES), akan membantu memantau perdagangan dan memastikan keberlanjutannya. Mereka menegaskan bahwa Uni Eropa sebagai pengimpor terbesar katak harus memimpin pemantauan ini.
Source | : | Pensoft |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR