Nationalgeographic.co.id—Bentang Alam Wehea-Kelay menyimpan kekayaan puspa dan satwa serta nilai-nilai budaya masyarakat. Di dalamnya terintegrasi berbagai bentuk status kawasan, seperti konsesi hutan produksi, perkebunan kelapa sawit, hingga hutan lindung.
Luasnya sekitar setengah juta hektare yang terhampar di Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai, Provinsi Kalimantan Timur.
Ekosistemnya menjadi habitat penting bagi orangutan (Pongo pygmaeus morio). Menurut hasil Population and Habitat Viability Assessment (PHVA) orangutan pada 2016, bentang alam ini memiliki populasi orangutan kalimantan sekitar 806–821 individu. Artinya, sekitar 26 persen orangutan di Kalimantan Timur hidup di Bentang Alam Wehea-Kelay.
“Banyak hal tentang orangutan yang belum terkuak, masih panjang perjalanan untuk mengupas peranan orangutan bagi kehidupan manusia. Tidak kalah penting, menegaskan apa peran manusia bagi orangutan” ujar Arif Rifqi, Spesialis Konservasi Spesies Terancam Punah dari Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), organisasi nirlaba berbasis ilmiah di Indonesia.
Kera besar ini memiliki kemiripan 93 persen dengan DNA manusia, sehingga masih banyak yang dapat dipelajari dari ekologi orangutan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Ia juga merupakan spesies payung, karena berperan dalam regenerasi hutan dengan menyebarkan biji-bijian pohon yang ia konsumsi. Sebagai spesies payung, orangutan turut memberikan indikasi serius berkait tingkat keterancaman spesies lainnya, sekaligus kualitas habitat kawasan yang menjadi huniannya.
Kendati demikian, populasi dan habitatnya yang semakin ciut. Sekitar tujuh puluh delapan persen sebaran habitat orangutan di Kalimantan berada di luar kawasan konservasi. Kondisi inilah yang semakin meningkatkan terhadap resiko ancamannya.
Orangutan pun menjelma sebagai spesies yang dilindungi di Indonesia melalui PP. No. 7 Tahun 1999. Kini, kera besar ini termasuk dalam satwa liar kategori kritis (critically endangered) dalam daftar merah IUCN.
Kita menyadari bahwa hilangnya orangutan akan memengaruhi hilangnya spesies lain di habitat tersebut. Atas perannya bagi kehidupan, setiap 19 Agustus kita memperingati Hari Orangutan Sedunia.
Kawasan ini dikelola para pihak yang terdiri atas lapisan masyarakat, swasta, pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan lembaga swadaya masyarakat. Mereka bergabung dalam Forum Pengelolaan Bentang Alam Wehea-Kelay.
Anggota forum yang awalnya 10 pihak, kini menjadi 23 pihak. Forum ini telah memberikan banyak pembelajaran dari aspek kelola ekologi. Para anggota forum pun lebih memahami kekayaan hayati, baik dari sisi jumlah maupun pengelolaannya.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR