Nationalgeographic.co.id—Pada abad keenam, jauh sebelum Kekaisaran Ottoman yang kaya berdiri, terdapat konfederasi stepa yang luas bernama Kekaisaran Gokturk sebagai pendahulunya.
Gokturk adalah sebuah konfederasi Stepa yang luas yang membentang dari perbatasan Cina hingga Laut Kaspia. "Itu adalah kerajaan pengembara terbesar yang pernah ada," tulis Khalid Elhassan.
Ia menulis kepada History Collection dalam artikel yang berjudul Distinctive Facts About The Mighty Ottoman Empire: The First Empire of the Turks yang diterbitkan pada 13 Agustus 2020.
Rakyat dalam kekaisaran yang hidup dalam Stepa ini ahli dalam pengerjaan besi atau seorang pandai. Konon, mereka juga mengembangkan sebuah naskah rahasia yang kemudian dikenal sebagai cikal bakal aksara kuno bangsa Turki.
Temuan tentang naskahnya telah divalidasi sejumlah ahli. Naskah ini dinamai Orkhon di Mongolia tempat prasasti awal abad ke-8 ditemukan dalam ekspedisi tahun 1889 oleh Nikolai Yadrintsev.
Manuskrip Orkhon ini diterbitkan oleh Vasily Radlov dan diuraikan oleh filolog Denmark Vilhelm Thomsen pada tahun 1893. Dari sana, naskah Orkhon dianggap warisan Gokturk sebagai peletak aksara Turki.
Namun, sejauh ini, para ahli mengeklaim bahwa konfederasi Stepa Turki Gokturk tetap menjadi pemerintahan kesukuan, dengan semua keganasan dan kerapuhan yang menyertainya.
"Sengketa suksesi dan perselisihan internal antar klan yang bersaing dan penuntut saingan untuk kekuasaan menghancurkan Kekaisaran Gokturk," terus Khalid. Akibat sengketa berkepanjangan, Gokturk akhirnya runtuh untuk selamanya pada tahun 734.
Di awal abad kedelapan, dengan runtuhnya Kekaisaran Gokturk, sebuah faksi Gokturk barat yang dikenal sebagai Oghuz, kemudian mendirikan kekuasaan mereka di Asia Tengah bagian barat.
Pendirian kekuasaan terjadi sekitar waktu yang sama ketika orang nomaden lainnya, orang Arab dari Kekhalifahan Islam, menyapu ke timur dan ke utara dari Arab untuk menaklukkan Kekaisaran Persia.
Hubungan perdagangan dan budaya antara Oghuz dengan muslim pendatang terus terjalin. Sejak abad kesembilan dan seterusnya, bekas orang-orang Gokturk itu mulai meninggalkan kepercayaan paganismenya dan memilih untuk memeluk ajaran Islam.
Alhasil, orang-orang Turki yang notabene merupakan bekas Gokturk yang baru masuk Islam (mualaf) akhirnya memilih untuk menjadi pendakwah Islam yang paling giat dan bersemangat.
Setelah kebanyakan orang Turki menjadi muslim, kehidupan keras di Stepa selama menjadi Gokturk telah menempa kekuatan diri dan kualitas bela diri orang-orang Turki. Inilah yang membuat Kekhalifahan Islam Arab mulai memasukkan orang Turki ke dalam barisan perang.
Tentu saja, sejak masih menjadi Gokturk, mereka ditempa kehidupan keras dan sarat akan pendidikan kemiliteran. Itu membuat orang Turki memiliki semangat juang, keterampilan berkuda, dan bakat hebat sebagai pemanah berkuda.
Tak mengherankan, terhitung pada akhir abad kesembilan, sebagian besar komando militer di Kekhalifahan Islam Arab, serta banyak jabatan politik tingkat tinggi, mulai dipegang oleh para Muslim Turki.
Selama hegemoni Abbasiyyah di Timur Tengah, orang-orang Turki mulai memegang jabatan penting dan pengendali kekuatan militer.
Baca Juga: Mengapa Kekaisaran Ottoman Mengubah Hagia Sophia Menjadi Masjid?
Baca Juga: Sultan Mustafa I, Menjabat Dua Kali Ottoman Hingga Dituduh Gila
Baca Juga: Cara Mimar Sinan Membuat Bangunan Tahan Gempa Era Kekaisaran Ottoman
Baca Juga: Mengungkap Pengaruh Agama dalam Struktur Sosial Kekaisaran Ottoman
Di puncak kekuasaan mereka, mereka menguasai wilayah yang terbentang dari Samudra Atlantik hingga perbatasan Cina, dan dari Asia Tengah hingga perbatasan India.
Setelah kemunduran Kekhalifahan Abbasiyyah, memasuki abad kesebelas, sebuah cabang dari Turki Oghuz yang sebelumnya adalah orang-orang Gokturk, mulai mendirikan Kekaisaran Seljuk atau Turki Seljuk. Kuatnya kemiliteran Seljuk membuat mereka mampu melebarkan wilayah kekuasannya.
Turki Seljuk telah membangun fondasi budaya dan identitas Turki, lalu menggagas gagasan pendirian sebuah negara yang lebih besar lagi. Negara itulah yang kemudian dikenal dengan Kekaisaran Ottoman.
Source | : | History Collection |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR