Oleh Stenly Pontolawokang
Nationalgeographic.co.id—Langit biru menyambut saya dan kawan-kawan yang hendak melancong menikmati pesona Pulau Bangka. Pulau yang saya maksud merupakan salah satu destinasi pariwisata di timur laut pelabuhan Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara.
Cuaca cerah, burung-burung camar, dan ikan ontoni menemani perjalanan kami dengan kapal cepat. Dari kejauhan, tampak padang sabana nan kesohor. Perahu yang membawa para pelancong begitu ramai memenuhi perairannya.
Pulau Bangka menyediakan resor apik yang tersebar di penjuru-penjuru pesisirnya yang juga terkenal di kalangan pelancong mancanegara. Kami pun bertemu para pemandu olahraga selam. Salah satunya Elbart Efri Katiandagho yang berusia 46 tahun. Ia telah menjadi pemandu selam selama 20 tahun, dan amat mengenal baik perairan serta lokasi terumbu di perairan Pulau Bangka dan sekitarnya.
Ada 32 titik penyelaman di perairan sekitar Likupang, termasuk Pulau Talise serta Gangga. Pulau Bangka sendiri memiliki 21 titik penyelaman, di antaranya adalah Busa Bora dan Sabora, tidak jauh dari bibir pantai Pulau Bangka.
Selain Elbart, kami ditemani Janri Wanget. Pemandangan beragam ikan serta terumbu karang begitu memanjakan mata. Jarak pandang amatlah baik. Perairan di daerah Likupang cocok bagi penyelam pemula, aman dari arus karena terlindungi pulau yang mengeliling.
Senja pun tiba. Saat kembali ke daratan, tampaklah Gunung Klabat nan megah menjulang. Berketinggian kurang lebih 2.000-an meter di atas permukaan laut, pelancong penggemar alam bebas bisa menikmati pendakian menuju puncak tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara ini.
Pada suatu pagi yang tenang di Likupang, saya Bersama Rian Wowiling dan Yudith Rondonuwu yang tergabung dalam Kelompok Pecinta Alam Likupang, mengunjungi rumah Meybi Nelwan, juru kunci Waruga Minawanua Linekepan. Lelaki yang akrab disapa Pak Me ini ialah ketua Aliansi Doyot Linekepan, komunitas adat yang bergerak dalam pelestarian adat dan budaya. Doyot ialah burung celepuk sulawesi. dikenal dengan nama manguni di Sulawesi Utara.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR