Hal itu menjadikannya lubang biru terdalam kedua yang diketahui di dunia. Blue Hole Taam ja’ memiliki bentuk yang hampir melingkar di permukaannya, meliputi area seluas sekitar 13.690 meter persegi.
Untuk diketahui, lubang biru terbentuk ketika air laut bertemu dengan batu kapur. Batu kapur sangat berpori, sehingga air dengan mudah menembus batu, memungkinkan bahan kimia di dalam air bereaksi dengan batu kapur, menggerogotinya.
Banyak lubang biru di dunia kemungkinan besar terbentuk selama zaman es di masa lalu, ketika banjir dan pengeringan daerah pesisir yang berulang kali mengikis batu dan menciptakan rongga.
Ketika zaman es terakhir berakhir sekitar 11.000 tahun yang lalu dan permukaan laut naik, gua-gua ini terisi air dan sebagian tenggelam seluruhnya.
Karena lubang biru sangat sulit dijangkau, para ilmuwan belum banyak mempelajarinya.
“Sebagian besar kurang dipahami,” Christopher G. Smith, seorang ahli geologi pesisir di United States Geological Survey (USGS) yang telah mempelajari sink hole atau lubang runtuhan bawah laut lainnya tetapi tidak terlibat dalam penelitian terbaru, mengatakan kepada Live Science dalam sebuah surat elektronik.
Smith menambahkan bahwa kimia air laut yang unik dalam lubang biru menunjukkan bahwa mereka dapat berinteraksi dengan air tanah dan mungkin akuifer—kumpulan batuan atau sedimen yang menahan air tanah.
Lubang biru mengandung sedikit oksigen, dan sinar matahari hanya menyinari permukaannya. Terlepas dari kondisi ini, rongga raksasa itu penuh dengan kehidupan yang telah beradaptasi dengan lingkungan rendah oksigen.
Lubang biru mungkin menawarkan gambaran seperti apa kehidupan ribuan tahun yang lalu. Tanpa banyak oksigen atau cahaya, fosil dapat terawetkan dengan baik.
Kondisi tersebut memungkinkan para ilmuwan untuk mengidentifikasi sisa-sisa spesies yang punah, catat para peneliti dalam penelitian tersebut. Lubang biru juga dapat memberi tahu kita lebih banyak tentang kehidupan di planet lain.
Pada tahun 2012, para peneliti yang mengintip ke dalam lubang biru di Bahama menemukan bakteri jauh di dalam gua bawah laut itu, tempat tidak ada makhluk hidup lain yang tinggal atau dapat hidup.
Temuan semacam itu dapat memberikan petunjuk tentang kehidupan apa yang mungkin ada dalam kondisi ekstrem di tempat lain di tata surya kita.
Source | : | Live Science,Frontiers in Marine Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR