Nationalgeographic.co.id—Setiap suku atau bangsa memiliki kebudayaan dan kebiasaan unik. Bagi sebagian orang, kebiasaan suku tertentu mungkin tampak aneh. Misalnya suku Maya.
Mereka memiliki beragam kebiasaan yang dianggap normal, namun akan terasa aneh jika dilakukan di zaman modern. Apa saja kebiasaan-kebiasaan suku Maya itu?
Bangsa Maya adalah seniman tato yang produktif
Segala sesuatu dalam budaya Maya dalam beberapa hal berhubungan dengan para dewa, termasuk tato. Memiliki tato adalah proses yang menyakitkan.
“Karena kurangnya pengetahuan tentang kebersihan, tato suku Maya sering mengakibatkan infeksi dan penyakit,” tulis Shannon Quinn di laman History Collection. Namun, itu dianggap sebagai bagian dari proses.
Tato orang Maya memiliki makna sakral. Memiliki satu tato, menahan rasa sakit saat pembuatan dan infeksi adalah bagian dari pengorbanan untuk menenangkan para dewa.
Mereka didorong untuk tidak menunjukkan rasa sakit selama proses berlangsung. Tujuannya adalah untuk mendapatkan rasa kagum dari dewa dan status yang lebih tinggi.
Proses tato suku Maya jauh lebih menyakitkan daripada tato di zaman modern. Sebuah gambar dilukis pada individu tersebut, kemudian potongan dibuat di sepanjang pola tersebut. Berikutnya, bekas luka menjadi tato berwarna-warni.
Pria dan wanita memiliki tato. Tato dapat ditemukan di mana saja di dada, punggung, lengan, kaki, atau wajah.
Suku Maya menggunakan sauna untuk ritual agama dan penyembuhan
Ternyata bukan orang modern saja yang menyukai sauna. Suku Maya pun menyukai sauna dan menggunakannya untuk ritual agama dan penyembuhan.
Tapi itu tidak menghentikan Gereja Katolik di abad ke-16. Konon ritual keagamaan ekstensif dilakukan di sauna.
Suku Maya sering mempersembahkan dupa kepada berhala di sauna yang disebut zumpul-che.
Sauna dipercaya memiliki kekuatan spiritual dan penyembuhan. Orang Maya menggunakannya untuk menyembuhkan segala macam penyakit.
Sauna juga sangat umum digunakan oleh wanita yang baru saja melahirkan. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada perjalanan ke sauna untuk meredakan ketidaknyamanan setelah bersalin.
Zumpul-che bahkan diterjemahkan menjadi “mandi untuk wanita setelah melahirkan dan untuk mengusir penyakit dalam tubuh.”
Akhirnya orang Spanyol sendiri mengikuti tren tersebut, namun mereka menghilangkan praktik berhalanya.
Darah dari tindikan menjadi persembahan bagi para dewa
Modifikasi tubuh adalah bagian penting dalam kebudayaan suku Maya. Salah satu bentuk yang paling umum adalah tindik badan.
Satu upacara yang sangat penting melibatkan seseorang yang lidahnya ditusuk dengan tulang ikan pari. Baik darah maupun rasa sakit dari cobaan itu dianggap sebagai persembahan yang menyenangkan para dewa.
Rasa sakit itu dimaksudkan untuk mendatangkan hujan, panen, dan keberuntungan bagi orang-orang.
Seluruh masyarakat akan berkumpul dan menonton proses tindikan dan persembahan itu. Acara itu adalah perayaan komunitas dan individu dalam mengejar hubungan yang lebih besar dengan para dewa.
Bahkan penindikan individu ditandai oleh pesta penindikan, di mana mereka akan mengundang teman dan keluarga untuk menonton.
Setiap orang yang hadir kemudian akan mendapatkan sesuatu yang ditusuk, karena itulah yang diharapkan. Mereka menusuk hidung, telinga, dan bibir.
Suku Maya mempraktikkan pengikatan kepala agar bisa tampil lebih menarik
Mencoba membengkokkan dan membentuk tengkorak bayi merupakan suatu tindakan kejam pada anak di zaman modern. Namun lain halnya jika dilakukan di masa lalu.
Praktik mengikat kepala untuk memanjangkan bentuk tengkorak manusia adalah praktik yang tersebar di banyak budaya. Salah satunya kebudayaan Maya.
Bentuk tengkorak merupakan tanda status, dengan status individu yang lebih tinggi dengan deformasi yang lebih menonjol.
“Hal ini diperdebatkan di antara para arkeolog tentang mengapa mereka mengejar bentuk keindahan ini,” tambah Quinn.
Ada yang mengatakan mereka meniru dewa jagung, yang kepalanya berbentuk jagung. Yang lain mengatakan itu dimaksudkan untuk meniru tengkorak jaguar. Apapun alasannya, itu adalah instruksi dari para dewa, agar mereka terlihat lebih mulia.
Bangsa Maya melawan Spanyol selama 2 abad
Bangsa Maya adalah pejuang tangguh. Bahkan di hadapan musuh yang unggul secara teknologi, mereka menolak untuk menyerah. Contohnya pada penjajah Spanyol.
Peperangan antara Spanyol dan Maya berlangsung dari tahun 1517 hingga 1697. Itu berarti 180 tahun! Bayangkan dari kakek, ayah, hingga cucu semua bertarung melawan Spanyol di masa itu.
Orang mungkin berpikir bahwa kurangnya persatuan politik menjadi kelemahan suku Maya melawan Spanyol.
Kenyataannya, pembagian kekuasaan inilah yang membuat suku Maya begitu sulit ditaklukkan. Tidak ada ibu kota tunggal untuk diserbu atau diambil alih.
Setiap kali penjajah menaklukkan satu kerajaan Maya, masih ada lagi yang belum mulai berperang. Nojpetén, terletak di sebuah pulau di Danau Petén, adalah wilayah Maya terakhir yang jatuh.
Sampai hari ini tetap menjadi misteri mengapa peradaban Maya perlahan jatuh dan menghilang. Keruntuhan tidak terjadi di mana-mana dan sekaligus.
Peradaban Maya tampaknya mengalami banyak pasang surut lokal, tetapi pola umumnya adalah kota-kota akhirnya ditinggalkan dan menghilang.
Mengapa ini terjadi sebenarnya adalah sebuah misteri. Para ilmuwan memberikan beragam teori, mulai dari peperangan, kelaparan, kelebihan populasi, sengketa perdagangan, kekeringan, dan degradasi lingkungan.
Namun tidak mudah untuk benar-benar menghilangkan suatu peradaban yang berumur panjang.
Orang Maya masih hidup hari ini. Meski tidak lagi berada di puncak kejayaan, masih ada 8 juta orang keturunan Maya yang tinggal di seluruh Amerika Tengah.
Baca Juga: Mengulik Keunikan El Castillo, Kuil Suci untuk Dewa Ular Kukulcán
Baca Juga: Ritus Unik Maya Mabuk dengan Cokelat yang Dimasukkan Lewat Dubur
Baca Juga: Peneliti Temukan Situs Peninggalan Suku Maya yang Belum Terungkap
Baca Juga: Tumbal Manusia Bangsa Maya dan Serat Biru Misterius di Giginya
Baik orang keturunan Maya maupun peneliti mencoba memulihkan sebanyak mungkin budaya masa lalu Maya yang hilang.
Bahasa Maya bahkan diajarkan di sekolah-sekolah modern. Beberapa orang Maya hidup sedekat mungkin dengan tradisi mereka. Yang lain telah memutuskan untuk berintegrasi ke dalam masyarakat modern.
Budaya Maya semakin menarik perhatian dan apresiasi. Benar-benar menginspirasi seberapa jauh suku Maya telah menghadapi penganiayaan dan penindasan selama berabad-abad.
Mungkin suatu hari nanti kita bisa melihat budaya Maya terlahir kembali, berkembang pesat di abad ke-21.
Suku Maya masih ada sebagai suatu bangsa dan meneruskan tradisi hingga hari ini setelah melewati bencana dan tragedi. Hal ini menjadi bukti kehebatan dan semangat bangsa yang sulit dikalahkan oleh penjajah Spanyol itu.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | History Collection |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR