Nationalgeographic.co.id—Menurut teori evolusi, manusia dan monyet dianggap memiliki nenek moyang yang sama dalam dunia hewan, yaitu primata. Namun, manusia dan monyet tidak berasal langsung satu sama lain dalam garis evolusi.
Studi baru dari University of Washington School of Medicine mencoba melihat seberapa dekat kekerabatan manusia dan monyet. Mereka ingin mengetahui, apakah manusia dan monyet dapat melihat warna dengan cara yang sama?
Penelitian ini merupakan konektom komparatif, yaitu studi sirkuit saraf pada resolusi sinaptik lintas spesies atau rentang hidup, merupakan upaya untuk mengungkapkan bagaimana evolusi mengubah sistem saraf untuk membentuk perilaku dan persepsi.
Penelitian mereka menunjukkan beberapa sirkuit sel saraf untuk penglihatan warna. Mereka menemukan bahwa manusia memiliki penglihatan yang unik dan berbeda dengan monyet.
"Di sini, kami membandingkan penghubung sinaptik untuk sirkuit kode warna di retina manusia dengan sirkuit serupa di marmoset dan monyet kera," tulis peneliti.
"Kami menemukan sirkuit otak pada manusia yang tidak ada pada marmoset dan menunjukkan lebih lanjut, bahwa motif sinaptik retina manusia tidak mengikuti struktur mata yang terdapat pada monyet macaca."
Temuan baru tersebut menyiratkan bahwa manusia dapat merasakan rentang warna biru yang lebih luas daripada monyet. Para peneliti telah menjelaskan temuan mereka dalam Proceedings of the National Academy of Sciences belum lama ini.
Hasil penelitian tersebut telah diterbitkan dengan judul "Comparative connectomics reveals noncanonical wiring for color vision in human foveal retina" dan merupakan jurnal akses terbuka.
“Koneksi berbeda yang ditemukan di retina manusia mungkin menunjukkan adaptasi evolusi baru-baru ini untuk mengirimkan sinyal penglihatan warna yang ditingkatkan dari mata ke otak,” kata para peneliti dalam pernyataannya.
Yeon Jin Kim, instruktur akting, dan Dennis M. Dacey, profesor, keduanya di Departemen Struktur Biologi di Fakultas Kedokteran Universitas Washington di Seattle, memimpin proyek kolaboratif internasional.
Mereka bergabung dengan Orin S. Packer dari lab Dacey; Andreas Pollreisz di Medical University of Vienna, Austria; serta Paul R. Martin, profesor oftalmologi eksperimental, dan Ulrike Grünert, profesor oftalmologi dan ilmu visual, keduanya di University of Sydney, Australia, dan Save Sight Institute.
Source | : | University of Washington,PNAS |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR