"Keduanya merupakan pendatang baru (jika) dibandingkan dengan masyarakat (Jepara) yang sudah lama menetap di kawasan pesisir," terus De Graaf.
Berkat kedatangan dua penguasa baru, mereka secara praktis mendobrak kekuatan lama dan tradisional di sana. Namun, di satu sisi, rakyat pesisir merasa bangga.
Mereka memandang adanya pengaruh Mataram di sana, telah menarik silsilah moyang mereka yang dianggap berasal dari hegemoni Majapahit. Mereka kini punya penguasa yang menanamkan tradisi Islam modern.
Dengan dalih penerus kekuatan baru di tanah pesisir, di satu sisi, Mataram mengenakan tesis itu untuk dapat merangkul Belanda sebagai sesama pendatang baru.
Sang penguasa Mataram, Panembahan Krapyak memulai "politik luar negerinya dengan jalan mengadakan hubungan kekerabatan dengan orang-orang Belanda," ungkapnya.
Penambahan Krapyak tak hanya bersepakat dengan orang Belanda, tapi ia sudah membangun keakraban secara personal dengan orang-orang Eropa. Sebut saja Juan Pedro Italiano.
Ia merupakan seorang petualang Eropa (Italia) yang pada akhirnya menjadi utusan bagi urusan diplomasi penguasa Mataram dengan VOC. Juan Pedro juga dipercaya bahkan telah memeluk Islam.
Dalam sejarah kuasa istana raja-raja Timur, khususnya di Jawa, memiliki keakraban secara personal dengan orang-orang Eropa. Contoh lainnya, Anthonio Vissozo, seorang penasihat Eropa untuk raja tua di Istana Cirebon.
Tak hanya Mataram, atau raja-raja Jawa lainnya, di Madura juga demikian. Seorang Polandia bernama Toontje Poland, diutus oleh kerajaan Madura untuk menjadi seorang ajudan bagi Sultan Muda Madura.
Hal yang dilakukan Panembahan Krapyak sebagai raja Mataram sudah menjadi rahasia umum. Ia memulai sejarah keakraban dengan orang-orang Belanda dan Eropa sebagai bagian dari legitimasi kedigdayaan politiknya.
Namun, jalan takdir sang raja berakhir tragis. Ia ditemukan wafat pada saat melakukan perburuan di kawasan Krapyak. Inilah bagian sejarah yang kemudian membuatnya dikenal dengan sebutan "Panembahan Seda Ing Krapyak."
Source | : | Puncak Kekuasaan Mataram (1986) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR