Orang Jepang diperintahkan untuk melakukan seppuku dan kapten Prancis yang menjadi bawahan para pelaut diundang untuk menonton ritual tersebut.
Penonton harus memastikan bahwa itu telah dilakukan dengan memuaskan. 16 prajurit, bersama dengan komandan garnisun, harus mengakhiri hidup mereka.
Kapten Prancis melihat seppuku, dan dengan ngeri, dia meminta agar dihentikan dan samurai yang tersisa diampuni.
Kejadian ini, seiring dengan modernisasi umum masyarakat Jepang, menyebabkan hara-kiri dilarang sebagai sarana hukuman.
Ada beberapa perwira Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II yang bunuh diri dengan gaya samurai tradisional.
Misalnya Takijiro Onishi, laksamana yang menyusun taktik kamikaze. Alih-alih puisi kematian, dia menulis surat penyesalan untuk 4.000 pilot yang tewas dengan sengaja menabrakkan pesawat ke kapal musuh. Onishi juga tidak menunjuk kaishakunin dan membutuhkan waktu 15 jam untuk mati.
Contoh penting lainnya dari seppuku di zaman modern adalah Yukio Mishima. Ia adalah seorang nasionalis garis keras yang merasa bahwa militer dan masyarakat Jepang telah menjadi lemah sejak akhir Perang Dunia II.
Pada tahun 1970, ia memaksa masuk ke markas Pasukan Bela Diri Jepang dan melakukan hara-kiri. Ini dilakukan setelah upaya yang gagal untuk melakukan kudeta demi memulihkan kekuatan politik kaisar.
Hara-kiri dan bunuh diri di Jepang modern
Jepang, ironisnya, memiliki salah satu tingkat bunuh diri tertinggi di dunia. Orang Jepang modern memang tidak sering melakukan seppuku sesuai dengan ritual samurai.
Namun masih ada budaya malu yang mendarah daging jika gagal memenuhi harapan keluarga atau masyarakat.
Gagal masuk ke universitas ternama atau mencari pekerjaan yang mampu menghidupi keluarga. Itu adalah dua sumber utama rasa malu dalam budaya Jepang.
Orang lanjut usia di Jepang yang tidak lagi merasa mampu memberikan kontribusi kepada masyarakat pun mengakhiri hidupnya. Mereka lebih memilih jalan ini alih-alih dianggap sebagai beban keluarga.
Masyarakat Jepang sebagian besar memiliki pendekatan “senyum dan tahan” terhadap masalah kesehatan mental seperti depresi atau stres ekstrem.
Bertemu dengan terapis atau bahkan menyebutkan penyakit mental dianggap tabu di Jepang. Namun, sikap ini mulai memudar di generasi yang lebih muda. Pemerintah Jepang juga telah mengambil langkah-langkah untuk mengekang prevalensi bunuh diri.
Karena budaya Jepang, hara-kiri masih dilakukan di zaman modern oleh sebagian masyarakat Jepang. Namun, banyak upaya dilakukan untuk mengurangi tindakan bunuh diri yang meningkat belakangan ini.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR