Nationalgeographic.co.id—Unit kamikaze atau unit ‘angin ilahi’, adalah mimpi buruk bagi Sekutu kala Perang Dunia Kedua. Mereka adalah pasukan khusus Kekaisaran Jepang yang ditugaskan untuk bunuh diri.
Umumnya prajurit yang bertugas di divisi khusus akan memiliki latihan yang berbeda dibanding prajurit reguler. Mereka akan digembleng dengan pelatihan yang keras bahkan terkadang brutal.
Bukan tanpa alasan, upaya ini dilakukan untuk mempersiapkan mental dan fisik mereka, serta memberi peluang agar mereka sukses dalam menjalankan misi. Dengan demikian, hal ini akan membantu mereka kembali ke rumah dengan selamat.
Bahkan, unit-unit paling elite dan rahasia sekalipun menekankan betapa pentingnya bertahan hidup. Meskipun mereka mungkin akan menghadapi kematian dalam tugas mereka. Bagaimanapun, seberat-beratnya misi, tetap hidup untuk bertempur di kemudian hari akan lebih baik.
Namun, bagaimana jika Anda tidak diharapkan hidup dalam suatu misi? Inilah yang terjadi pada para pilot Kamikaze Kekaisaran Jepang. “Pasukan ini dilatih secara khusus untuk melakukan serangan bunuh diri terhadap pasukan yang dipimpin oleh Amerika,” tulis Mamerto Adan, pada laman Owlcation.
Menekankan pengorbanan demi bangsa dan negara, para pelatih Kekaisaran Jepang menginstruksikan para pilot Kamikaze untuk menabrakan diri ke target Sekutu.
Tidak tanggung-tanggung, menurut Adan, pesawat-pesawat pilot Kamikaze diisi dengan bahan peledak. Hal ini dimaksudkan agar memberikan kerusakan paling parah terhadap musuh-musuhnya.
Bangkitnya Tentara Kekaisaran Jepang
“Pasukan Bela Diri Jepang sebelumnya adalah Tentara Kekaisaran Jepang, yang dirancang untuk menggantikan samurai dari Era Tokugawa,” jelas Adan.
Meskipun sejumlah prajurit samurai terus bertugas di berbagai cabang pasukan yang baru dibentuk ini, para prajurit dikondisikan dalam bentuk aturan yang berbeda. Mereka menerima pelatihan persenjataan dan taktik modern dan mengadopsi pendekatan perang ala Barat.
Menurut Adan, dengan melalui pelatihan yang keras, dapat menghasilkan pasukan prajurit yang terlatih dan cukup militan.
“Para kritikus menggambarkan tentara baru ini sebagai tentara yang lebih menekankan keberanian daripada mempertahankan diri, yang menghasilkan pola pikir yang hampir bunuh diri di antara para prajurit,” terangnya.
Sistem latihan sedemikian rupa, ketika dikombinasikan dengan penanaman doktrin “kebencian dan penghinaan” terhadap orang asing, tentara akan menjadi “mesin” pembunuh mengerikan. Inilah yang dilakukan Kekaisaran Jepang.
Adan menyebutkan, pelatihan yang keras dan pola pikir di atas, menyebabkan pasukan Kekaisaran Jepang, “melakukan kejahatan perang yang tak terhitung jumlahnya di tahun-tahun berikutnya.”
Hal ini terutama terjadi selama Perang Dunia Kedua. Para pejabat Kekaisaran Jepang menggunakan taktik yang sangat mengerikan. Salah satu taktik ini adalah kamikaze.
Lantas, apa sebenarnya yang melatarbelakangi terciptanya unit Kamikaze? Menurut Adan, diantaranya adalah kondisi peperangan dan ambisi kemenangan.
“Ide-ide liar dan agak brutal terkadang muncul ketika sebuah negara yang sedang berperang merasa putus asa untuk meraih kemenangan,” tegas Adan, “ Hal ini terjadi pada Jepang saat Perang Dunia Kedua.”
Putus asa untuk menyelamatkan negara mereka dari dominasi asing, Jepang mengambil setiap kesempatan untuk meredam tekad Amerika.
Ini termasuk pengenalan pilot kamikaze yang ditugaskan untuk menerbangkan pesawat mereka ke target Sekutu.
Tak hanya itu, menurut Adan, terdapat beberapa faktor yang membentuk unit Kamikaze: Kerugian, kebaruan teknologi Amerika, dan melemahnya ekonomi Kekaisaran Jepang.
Motoharu Okamura, sang Pencipta Unit Kamikaze Kekaisaran Jepang
Kekaisaran Jepang, kala itu sedang berjuang untuk kelangsungan hidupnya. Merespon hal tersebut, Motoharu Okamura mengusulkan perubahan taktik militer. Pada tahun 1944, Okamura bersama perwira senior, mempelajari serangan bunuh diri terhadap target musuh.
Secara resmi, dalam Kekaisaran Jepang, pasukan bunuh diri baru ini dikenal sebagai Tokubetsu Kōgekitai (unit serangan khusus).
Demikian juga, serangan dari Angkatan Laut Kekaisaran Jepang akan disebut Shinpū Tokubetsu Kōgeki Tai (unit serangan khusus angin ilahi), sedangkan istilah Shinpu berfungsi sebagai sinonim dari kata kamikaze (angin ilahi).
Adan menerangkan, salah satu langkah pertama Okamura dalam menciptakan unit kamikaze adalah dengan merekrut sukarelawan.
“Pada bulan-bulan berikutnya, Okamura mengklaim bahwa banyak sukarelawan yang mengorbankan nyawa mereka untuk Kekaisaran Jepang,” jelas Adan.
Menurut para sejarawan, Okamura merasa bahwa jiwa orang Jepang, yang diyakini ... memiliki kekuatan untuk menghadapi kematian tanpa ragu-ragu, adalah satu-satunya cara yang tersedia bagi orang Jepang untuk membuat keajaiban dan menyelamatkan tanah air mereka.
Dengan memainkan emosi rakyatnya, para pejabat Jepang berhasil mencapai tujuan perekrutan mereka. “Hanya dalam waktu singkat, jumlah sukarelawan yang datang melebihi jumlah pesawat yang tersedia.”
Perekrutan Pilot Kamikaze
Untuk memaksimalkan hasilnya, perekrutan diiklankan di buku-buku dan surat kabar. Melalui penggunaan media, menjadi pilot kamikaze diromantisasi melalui publikasi kemenangan palsu dan kisah-kisah yang dibesar-besarkan tentang misi kamikaze.
Upaya ini dilakukan, menurut Adan, guna memastikan tidak akan terjadi kekurangan sukarelawan. “Setidaknya, itulah yang diharapkan oleh para pejabat pemerintah.”
Namun perlu diketahui, bahwa tidak semuanya para pilot kamikaze, adalah pahlawan patriotik seperti yang digambarkan oleh para pejabat Kekaisaran Jepang.
“Beberapa merasa seperti hewan ternak yang dipersiapkan untuk disembelih,” jelas Adan. Bahkan ada beberapa kasus di mana mereka sangat ketakutan, “sehingga mereka harus didorong secara paksa untuk masuk ke dalam pesawat.”
Pelatihan Kamikaze Kekaisaran Jepang
Bagaimana kiat untuk mempersiapkan seseorang menghadapi akhir suram, seperti yang dialami pilot kamikaze? Menurut para pelatih, yaitu dengan cara merendahkan martabat para pilot, hingga titik di mana ia tak memperdulikan lagi nyawanya.
Untuk mencapai hal ini, para peserta pelatihan kamikaze menjalani pelatihan keras yang menyerupai penyiksaan dan pencucian otak. Mereka juga mendapat pelatihan fisik untuk memastikan mereka dalam kondisi prima sebelum berangkat menjalankan misi.
“Selain pelatihan fisik dan pengondisian yang brutal, para peserta pelatihan kamikaze juga mengalami pemukulan dan hukuman fisik yang nyaris tiada henti,” jelas Adan.
Para pejabat Kekaisaran Jepang percaya bahwa menyiksa seorang pilot yang malang akan mengeraskan seseorang dan memberinya semangat juang.
Para pilot kamikaze juga diharuskan mengamalkan buku pedoman yang secara khusus merinci bagaimana dan apa yang harus pilot lakukan.
Ketika pilot melihat kapal target mereka, buku pedoman itu memberi petunjuk di mana harus menjatuhkan pesawat mereka. Para pilot juga diperintahkan untuk tetap membuka mata saat menukik ke arah kapal musuh agar dapat melihat target mereka dan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan.
“Pada saat terakhir, mereka diharuskan berteriak ‘hissatsu’,yang artinya adalah ‘pasti membunuh’,” sebut Adan.
Meskipun pelatihan kamikaze berorientasi pada pertempuran, penambahan kebrutalan fisik dan sesi membaca dirancang untuk mengindoktrinasi para pilot. Tentu, semua upaya ini dilakukan menghasilkan pilot yang secara fanatik mengabdikan diri pada Kekaisaran Jepang.
Sanggup Serap Ratusan Juta Ton CO2, Terobosan Ini Diklaim Cocok Diterapkan di Indonesia
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR