Terkait stok bawang merah yang kerap menipis, Vinrike punya siasat. Ia mencari sendiri ladang-ladang bawang dan mengajak petani yang mengelolanya untuk diajak bekerja sama. Hasilnya, para petani dengan senang hati mengantarkan hasil panen mereka ke rumah.
“Saya sekarang selalu dikabari kalau ada yang (petani) panen. Meski begitu, saya tetap punya satu petani langganan yang bisa diandalkan,” ungkap Vinrike.
Berbicara keberlanjutan, Vinrike mengaku, hasil sampah bawang biasa dibagikan kepada masyarakat sekitar untuk dijadikan pupuk. Beberapa petani juga kerap meminta sisa kulit bawang untuk dibawa pulang ke ladang masing-masing.
“Di sini tidak pernah ada sisa sampah. Sampah-sampah bawang biasa dibawa petani pupuk, kadang saya bagikan ke warga yang gemar bercocok tanam. Sering juga mereka yang meminta sendiri,” tuturnya.
Tak hanya mencari untung, Vinrike juga memiliki niat mulia. Sebagian keuntungan dari penjualan bawang ia dedikasikan untuk memenuhi kebutuhan tujuh anak asuhnya. Ketujuh anak tersebut berasal dari panti asuhan gereja. Rata-rata dari mereka juga tidak memiliki keluarga dekat maupun orangtua.
“Ada beberapa anak yang saya asuh langsung di rumah, tetapi ada juga yang saya titipkan di panti asuhan gereja. Saya berharap mereka bisa mendapat hidup yang layak, sebagaimana anak-anak kandung saya,” lanjutnya.
Berbicara omzet, Vinrike mengaku bisa mengantongi Rp 5 juta hingga Rp 20 juta per bulan, tergantung jumlah panen dan pesanan. Ia mengaku, merawat anak yatim merupakan panggilan hatinya sejak muda.
“Waktu saya masih nona-nona, saya sudah menjadi orangtua asuh untuk panti asuhan gereja,” ungkapnya.
Tak hanya ingin menafkahi kehidupan sehari-hari anak angkatnya, Vinrike juga berkomitmen untuk menyekolahkan ketujuh anak tersebut hingga mengenyam pendidikan tinggi dan berkeluarga.
“Saya masih punya target. Di masa tua, uang yang saya kumpulkan bisa diubah menjadi panti asuhan bagi anak-anak yang membutuhkan. Itu motivasi saya untuk terus mengembangkan usaha ini,” tegasnya.
Untuk memperkenalkan usaha yang dirintisnya, pemerintah setempat mengenalkan Vinrike dengan tim Lingkar Temu Lestari (LTKL). Sebagai informasi, LTKL merupakan organisasi yang dibentuk oleh berbagai pemerintah daerah dalam rangka mempertahankan ekosistem berbasis lingkungan.
Tahun ini, LTKL bersama pemerintah Kabupaten Sigi akan menggelar Festival Lestari: Tumbuh Lebih Baik. Ia berharap, Bawang Garing Lestari bisa mendapat suntikan dana dari investor maupun dukungan pemerintah daerah.
Penulis | : | Fathia Yasmine |
Editor | : | Sheila Respati |
KOMENTAR