Nationalgeographic.co.id - Sering kali, patung-patung yang berasal dari masa Yunani dan Romawi yang dipajang di museum di seluruh dunia kehilangan kepala. Ini membuat para pejabat museum harus berburu kepala atau mencocokkan kepala dengan batang tubung patung-patung. Namun apa yang membuat patung-patung dari masa Yunani dan Romawi kehilangan kepala?
Misteri patung-patung Yunani dan Romawi yang kehilangan kepala
Banyak patung yang kehilangan kepala karena patung semakin aus seiring dengan berjalannya waktu. Leher patung menjadi mudah patah saat patung jatuh.
Namun selain itu, ada alasan lain yang menjadi penyebab patung-patung tersebut kehilangan kepalanya. Penjarahan dan pergantian kepemimpinan, misalnya ketika Kaisar Romawi yang baru naik takhta, juga menjadi penyebabnya.
“Penyelundup melepaskan kepala dari tubuh untuk membuat bukan hanya satu, tapi dua, artefak yang bisa dijual,” tulis Graham Bowley di laman The New York Times.
Pemberontak dan penjajah di zaman kuno memenggal patung. Tujuannya adalah untuk merongrong otoritas penguasa yang telah mendirikan gambar diri mereka sendiri sebagai simbol kekuasaan.
“Setiap budaya di dunia kuno tampaknya melakukannya,” kata Rachel Kousser, profesor seni kuno di City University of New York. “Kepala adalah bagian tubuh yang penting, termasuk pada patung. Kerusakan pada kepala dipandang sebagai cara yang sangat efektif untuk merusak kekuatan, apakah itu penguasa, dewa, atau mantan penguasa,” tambahnya.
Dalam satu kasus, perunggu Kaisar Augustus dipenggal oleh perampok Kushite di Mesir. Perampok itu kemudian dengan berani menguburkan kepala yang terpenggal di bawah tangga kuil di ibu kota Kushite Meroë, di Sudan modern. Orang-orang pun secara tidak sengaja menginjak kepala itu sebelum ditemukan pada abad ke-20.
Apa tujuan dari “pemenggalan” kepala patung?
Terkadang, orang yang tidak memiliki kekuatan untuk mengubah rezim politik malah menyerang simbol-simbolnya. Sejarawan seni Martin Warnke menyebut ini “ikonoklasme dari bawah”, berteori bahwa serangan ini sering dianggap sebagai vandalisme belaka.
Ikonoklasme dari atas yang dilakukan oleh kekuatan politik seringkali berhasil menyamarkan sifat destruktifnya. Hal itu dilakukan melalui penciptaan karya baru yang bernilai estetis. Pemenang menulis ulang sejarah, mengganti monumen yang hancur dengan simbol kekuasaan baru.
Pematung Romawi dan Yunani juga membuat patung yang bisa dirakit
Source | : | The New York Times |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR