Nationalgeographic.co.id—Ini adalah era tanpa hukum yang terjadi di Kekaisaran Jepang, para penguasa foedal kecil bertarung dalam serangkaian perang kecil. Dengan pertumpahan darah, mereka saling berebut tanah dan kekuasaan.
“Pada periode Sengoku yang kacau (1467-1598), para petani seringkali berakhir sebagai umpan meriam atau korban insidental dari perang samurai,” tulis Kallie Szczepanski, pada laman ThoughtCo.
Tak hanya tinggal diam, beberapa dari rakyat jelata mulai mengorganisir untuk mempertahankan rumah mereka sendiri.
Tak hanya bertahan, Kallie menjelaskan, mereka juga mengambil keuntungan dari peperangan yang terus terjadi. “Kami menyebut mereka yamabushi atau ninja.”
Benteng-benteng utama ninja adalah provinsi pegunungan Iga dan Koga. Masing-masing terletak di wilayah yang sekarang disebut Prefektur Mie dan Shiga, di selatan Honshu.
Para penduduk yang tinggal di provinsi tersebut mengumpulkan informasi dan mempraktikkan teknik spionase, pengobatan, perang, serta praktik pembunuhan mereka sendiri.
“Secara politik dan sosial, provinsi-provinsi ninja itu independen, berpemerintahan sendiri, dan demokratis,” jelas Kallie, “mereka diperintah oleh dewan kota, bukan oleh otoritas pusat atau daimyo.”
Bagi para bangsawan otokratis di wilayah lain, bentuk pemerintahan ini adalah laknat. Panglima perang Oda Nobunaga (1534 - 82) berkata:
"Mereka tidak membedakan antara yang tinggi dan yang rendah, yang kaya dan yang miskin... Perilaku seperti itu adalah sebuah misteri bagi saya, karena mereka meremehkan pangkat, dan tidak menghormati pejabat tinggi."
Oda Nobunaga akan segera membuat negeri-negeri ninja ini bertekuk lutut. Ia memulai operasi untuk menyatukan kembali Kekaisaran Jepang tengah di bawah otoritasnya.
Nobunaga mengirim putranya, Oda Nobuo, untuk mengambil alih provinsi Ise pada tahun 1576. Keluarga mantan daimyo, keluarga Kitabatake, bangkit, tetapi pasukan Nobua menghancurkan mereka.
Anggota keluarga Kitabatake yang masih hidup mencari perlindungan di Iga bersama salah satu musuh utama klan Oda, klan Mori.
Oda Nobuo Dipermalukan
Nobuo memutuskan untuk menghadapi ancaman Mori/Kitabatake dengan merebut Provinsi Iga. Ia pertama kali merebut Kastil Maruyama pada awal tahun 1579 dan mulai membentenginya.
“Para pejabat Iga tahu persis apa yang ia lakukan, karena banyak ninja mereka yang bekerja sebagai tukang di kastil tersebut,” jelas Kallie.
Berbekal informasi ini, para komandan Iga menyerang Maruyama pada suatu malam dan membakarnya hingga rata dengan tanah.
Merasa terhina dan marah, Oda Nobuo memutuskan untuk segera menyerang Iga dalam sebuah serangan habis-habisan.
Sepuluh hingga dua belas ribu prajuritnya melancarkan serangan tiga arah melalui jalur pegunungan utama di timur Iga pada bulan September 1579. Mereka berkumpul di desa Iseji, di mana 4.000 hingga 5.000 prajurit Iga menunggu.
“Begitu pasukan Nobuo memasuki lembah, para pejuang Iga menyerang dari depan, sementara pasukan lainnya memotong jalan untuk memblokir mundurnya pasukan Oda,” jelas Kallie.
Dari tempat persembunyian, ninja Iga menembak prajurit Nobuo dengan senjata api dan busur, kemudian ditutup dengan menghabisi mereka menggunakan pedang dan tombak.
Kabut dan hujan turun, membuat para samurai Oda geger. Pasukan Nobuo hancur, beberapa terbunuh oleh tembakan, beberapa melakukan seppuku, dan ribuan lainnya jatuh ke tangan pasukan Iga.
Beruntung Oda Nobuo lolos dari pembantaian, tetapi ia dihukum oleh ayahnya karena kegagalan tersebut.
Pembalasan dendam Klan Oda
Pada tanggal 1 Oktober 1581, Oda Nobunaga memimpin sekitar 40.000 prajurit dalam sebuah serangan ke provinsi Iga. Lokasi ini telah dijaga ketat oleh sekitar 4.000 ninja dan prajurit Iga lainnya.
Pasukan besar Nobunaga menyerang dari arah barat, timur, dan utara, dalam lima barisan terpisah. Sebuah pil pahit harus ditelan oleh Iga, pasalnya banyak ninja Koga yang ikut bertempur di pihak Nobunaga.
“Pasukan ninja Iga menempati benteng di puncak bukit, dikelilingi oleh dinding tanah, dan mereka mempertahankannya dengan mati-matian.,” jelas Kallie.
Namun, karena kalah jumlah, para ninja menyerahkan benteng mereka. Pasukan Nobunaga melakukan pembantaian terhadap penduduk Iga, meskipun ada ratusan yang berhasil melarikan diri. Benteng pertahanan ninja di Iga hancur.
Setelah itu, klan Oda dan para ahli di kemudian hari menyebut serangkaian peristiwa ini sebagai "Pemberontakan Iga" atau Iga No Run.
Berbagai upaya Nobunaga telah mengantarkan perdamaian Kekaisaran Jepang selama 250 tahun di bawah Keshogunan Tokugawa.
Para ninja yang selamat dari pertempuran, menyebar di seluruh Kekaisaran Jepang dengan membawa teknik serta pengetahuan tempur mereka. Namun, era perdamaian yang berlangsung selama berabad-abad membuat keterampilan ninja menjadi usang.
Meskipun demikian, Ninja Koga masih berperan dalam beberapa pertempuran di kemudian hari. Mereka terlibat dalam Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600, dan Pengepungan Osaka pada tahun 1614.
“Aksi terakhir yang diketahui menggunakan ninja Koga adalah Pemberontakan Shimabara pada tahun 1637-38, di mana mata-mata ninja membantu Shogun Tokugawa Iemitsu dalam menumpas para pemberontak Kristen,” jelas Kallie.
Source | : | thought.co |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR