Nationalgeographic.co.id—Begitu seorang samurai Kekaisaran Jepang tidak lagi berada di bawah majikannya atau tuannya, dia dikenal sebagai ronin. Mereka berkeliaran mencari pekerjaan baru.
Ronin tidak lagi terikat oleh bushido, kode kehormatan yang dikenal di kalangan prajurit samurai, atau seppuku, yang mengharuskan prajurit yang jatuh ke tangan musuh dalam pertempuran untuk melakukan ritual bunuh diri.
Di masa feodal Jepang, ronin sangat kontras dengan kehidupan tertib samurai di bawah daimyo (tuan) mereka. Samurai Kekaisaran Jepang adalah pejuang yang sangat terlatih dan diharapkan untuk mengutamakan tuannya setiap saat.
Kadang-kadang, samurai menjadi tidak bertuan karena berbagai alasan, termasuk perubahan politik, kematian daimyo mereka, atau perselisihan pribadi.
Ronin dapat dipekerjakan sebagai pengawal atau yojimbo untuk membantu dalam sengketa tanah atau mencegah perampokan. Namun, beberapa dari aktivitas ini mungkin dipandang tidak sesuai dengan kedudukan seorang samurai sejati.
Pada masa perang, menjalani kehidupan ronin sangatlah menantang. Dengan shogun Tokugawa yang mengonsolidasikan kendali atas Jepang, kebutuhan prajurit menjadi berkurang, sehingga Ronin kehilangan pekerjaan.
Menghadapi peluang yang terbatas, beberapa ronin terlibat dalam aktivitas ilegal seperti perjudian. Dalam keadaan yang mengerikan, ketika kehormatan mereka sangat terancam, ronin mungkin meminta izin untuk seppuku, sebuah ritual bunuh diri untuk mendapatkan kembali kehormatan mereka. Mereka yang tidak menempuh jalan ini sering kali hidup dengan beban rasa malu.
Kelangsungan Hidup Ronin: Dari Pedang hingga Bajak
Sejak usia muda, samurai Kekaisaran Jepang ditanamkan disiplin ilmu pedang dan prinsip-prinsip kode bushido. Para pejuang mulia ini menjalani kehidupan yang sangat terkait dengan seluk-beluk perang dan keinginan politik. Namun, nasib mungkin tidak baik.
Kehilangan tuan mereka sering kali mendorong mereka ke dalam bayang-bayang sebagai ronin, samurai Kekaisaran Jepang tak bertuan yang kehilangan status militer formal dan rasa hormat masyarakat.
Istilah ronin di zaman feodal Jepang menunjukkan para samurai yang tidak memiliki daimyo untuk mengabdi, sehingga membuat mereka mirip dengan pengembara. Ketidaksetiaan mereka merupakan cacat mencolok dalam struktur masyarakat Jepang, sehingga menjadikan mereka sebagai orang buangan.
Tanpa payung pelindung dari seorang bangsawan, banyak ronin menghadapi kesulitan ekonomi. Mereka dipaksa melakukan peran yang tidak mereka banggakan, mulai dari bandit hingga tugas tentara bayaran. Namun, tidak semua orang membuang prinsip-prinsip yang sudah tertanam dalam diri mereka; banyak yang berpegang teguh pada semangat bushido, hidup sesuai dengan aturannya bahkan tanpa peran militer formal.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR