Nationalgeographic.co.id—Sangat sedikit perempuan yang pernah berkuasa di kerajaan-kerajaan kuno dalam sejarah dunia. Segelintir perempuan berjuang melewati hambatan-hambatan yang besar. Mereka pun harus menghadapi banyak kekerasan.
Perempuan-perempuan ini pertama kali mengakses kekuasaan mereka melalui laki-laki. “Baik itu lewat ayah, suami, saudara laki-laki, dan anak laki-laki,” tulis Ivan Roman di laman History.
Para perempuan legendaris itu memimpin dan berkuasa selama beberapa dekade. Semua itu berkat kombinasi ambisi, kecerdasan, kecerdasan politik, kemurahan hati, dan tipu muslihat. Dalam beberapa kasus, mereka memiliki dorongan kejam dan berdarah untuk mendapatkan kekuasaan.
Berikut lima penguasa wanita dalam sejarah dunia yang mengatasi rintangan dan terus dikenang hingga kini.
Hatshepsut dari Mesir kuno
Ratu Hatshepsut, yang berperan sebagai firaun pada Dinasti ke-18 Mesir, memerintah selama 22 tahun. Masa kepemimpinannya ditandai dengan kemakmuran besar, kedamaian, dan ledakan kreativitas seni. Semua itu pada akhirnya memengaruhi budaya Mesir.
Putri sulung seorang firaun, Hatshepsut menikah dengan saudara tirinya Thutmose II sekitar usia 12 tahun. Ia kemudian menjadi wali penguasa untuk anak tirinya Thutmose III, yang mewarisi takhta pada usia 2 tahun.
7 tahun kemudian, pada tahun 1478 Sebelum Masehi, ia melanggar tradisi dengan menobatkan dirinya sebagai firaun.
Di zaman itu, pria selalu menjadi pemimpin atau firaun. “Agar dapat diterima oleh masyarakat patriarki Mesir kuno, Hatshepsut menciptakan citra maskulin,” ungkap Roman. Dia mengenakan rok tradisional kerajaan dan janggut palsu. Dia menggambarkan dirinya dengan otot besar, memberikan persembahan kerajaan kepada para dewa atau memukul kepala tawanan asing.
Sebagai penguasa perempuan yang paling lama berkuasa di Mesir kuno, Hatshetsup mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia membangun kembali jaringan perdagangan yang hilang dan membangun ratusan proyek konstruksi di Mesir Hulu dan Hilir.
Hatshepsut melakukan ritual suci yang biasanya diperuntukkan bagi raja laki-laki di banyak kuil. “Tujuannya adalah untuk mengamankan basis agama dan legitimasi takhta,” Roman menambahkan lagi.
Ketika dia meninggal, rekan penguasanya, Firaun Thutmose III menghapus nama Hatshepsut dari catatan publik. Firaun penerusnya pun menghancurkan patung-patungnya dan mengukir gambarnya dari monumen-monumen publik.
Ratu Seondoek dari Korea
Raja Jinpyeong dari Silla tidak memiliki ahli waris laki-laki. Sang raja memiliki putri yang bernama Putri Deokman. Karena alasan itu, putrinya meminta kesempatan untuk bersaing memperebutkan takhta, alih-alih menyerahkannya kepada saudara iparnya.
Perempuan sebelumnya memegang kekuasaan parsial di Silla, salah satu dari tiga kerajaan di semenanjung Korea. Namun di masa itu, perempuan yang memegang kendali penuh masih terbukti tidak dapat diterima oleh banyak orang.
Pada tahun 631, dua pejabat yang merencanakan pemberontakan untuk mencegah penobatannya dieksekusi di depan umum bersama keluarga mereka.
Pada bulan Januari 632, Ratu Seondeok memulai 15 tahun takhtanya sebagai penguasa ke-27 Silla. Ia menjadi ratu pertama yang memerintah, bukan sebagai wali penguasa atau ibu suri seperti ratu-ratu sebelumnya.
Di saat terjadi banyak peperangan di antara tiga kerajaan, ia membantu membentuk budaya Korea melalui kebangkitan pemikiran, sastra, dan seni. Ia sangat peduli dengan penghidupan masyarakat. Sang ratu pun menugaskan inspektur kerajaan untuk meningkatkan pelayanan terhadap janda, duda, orang miskin, anak yatim dan orang tua.
Ratu Seondeok membangun observatorium astronomi Cheomseongdae untuk membantu para petani. Selain itu, ia pun membebaskan pajak bagi petani selama setahun dan mengurangi pajak untuk kelas menengah. Ratu mendapatkan dukungan rakyat yang melawan perlawanan dari aristokrasi laki-laki.
Dinasti Tang Kekaisaran Tiongkok pada awalnya menolak mengakui penguasa perempuan, namun hal itu tidak mengganggunya. Dia meminta bantuan mereka lagi saat meletakkan dasar untuk menyatukan tiga kerajaan Korea di bawah pemerintahan Silla.
Sang ratu memeluk agama Buddha dan membangun lusinan kuil dan pagoda, dengan harapan mewujudkan penyatuan tiga kerajaan.
Pada tahun 647, ketika menumpas pemberontakan, Ratu Seondeok jatuh sakit dan meninggal. Sepupunya, yang dinobatkan sebagai Ratu Jindeok, menjadi penguasa wanita Silla berikutnya.
Boudica, ratu Suku Iceni
Boudica dari Suku Iceni menjadi pemimpin rakyatnya dan tokoh legendaris serta simbol budaya.
Ketika suaminya Prasutagus meninggal pada tahun 60 MKekaisaran Romawi pindah untuk mencaplok Iceni. Selama pengambilalihan, Romawi secara terbuka mencambuk ratu dan memerkosa kedua putrinya.
Penulis David Furlow mengatakan orang-orang Romawi percaya bahwa kekerasan akan membuat dia menyerah. “Efeknya justru sebaliknya. Penyiksaan justru membuatnya kuat melampaui keyakinannya. Hal ini memberinya kekuatan untuk melancarkan perang,” tulis Furlow.
Boudica, yang telah dilatih sebagai pejuang, mengumpulkan Iceni dan suku Inggris lainnya. Bersama-sama, mereka menyerang tiga pusat populasi utama Romawi, termasuk Londonium. Mereka mengalahkan satu detasemen legiun Romawi. Para pengikutnya membunuh antara 70.000 warga Romawi dan warga Inggris yang pro-Romawi.
Boudica nyaris berhasil dalam pemberontakan tersebut sampai tentara Romawi yang berkumpul kembali mengalahkan suku-suku yang memberontak.
Boudica meninggal segera setelahnya. Pemberontakan yang berlangsung singkat pada tahun 61 menjadikannya pahlawan nasional dan simbol budaya 15 abad kemudian pada masa Renaisans Inggris.
Cleopatra dari Mesir kuno
Cleopatra, penguasa Dinasti Ptolemeus Mesir kuno, memerintah selama 21 tahun bersama dua saudara laki-lakinya. Ia merupakan penguasa terakhir yang aktif sebelum Romawi menguasai Mesir kuno pada tahun 30 Sebelum Masehi.
Sebagai keturunan Yunani Makedonia terakhir yang memerintah Mesir kuno, Cleopatra dikenal karena hubungan romantisnya. Hubungan asmaranya dengan pemimpin Romawi Julius Caesar dan Marc Antony memengaruhi politik dan memicu banyak pergolakan di Kekaisaran Romawi. Dia berusaha menggunakan Kekaisaran Romawi untuk merebut kembali wilayah Mesir kuno yang hilang.
Cleopatra dan saudara laki-lakinya Ptolemy XIII menjadi rekan penguasa ketika ayah mereka Ptolemy XII meninggal pada tahun 51 Sebelum Masehi. Namun perebutan kekuasaan dan perang di antara mereka membuat Julius Caesar memihak Cleopatra.
Ketika Ptolemy XIII terbunuh dalam pertempuran, Caesar menyatakan Cleopatra dan saudara lelakinya yang lain, Ptolemy XIV, sebagai rekan penguasa. Saudara laki-laki tersebut meninggal pada tahun yang sama ketika Caesar dibunuh di Roma pada tahun 44 Sebelum Masehi. Caesarion, putra Cleopatra dan Julius Caesar, sebagai wakil penguasa dengan nama Ptolemeus XV.
Cleopatra kemudian bersekutu dengan perwira militer Romawi Marc Antony. Setelah lebih banyak intrik politik dan istana, mereka menikah, mempunyai anak kembar dan bertukar bantuan politik.
Cleopatra mendanai salah satu kampanye militer Antony yang telah lama diinginkan. Ia pun meminta agar Romawi mengembalikan sebagian Suriah dan Lebanon ke Mesir. Hal ini memicu perang propaganda dengan putra angkat Caesar, Oktavianus. Senat Romawi menyatakan perang melawan Cleopatra.
Pasukan Antony dan Oktavianus bertemu dalam pertempuran. Saat mendengar berita bahwa Cleopatra telah meninggal, Antony terjatuh di atas pedangnya. Namun itu ternyata berita bohong belaka. Ketika Oktavianus tiba untuk menangkap Cleopatra di istana di Aleksandria, dia menolak dibawa kembali ke Roma untuk diarak di jalan-jalan sebagai ratu yang kalah.
Dalam sejarah dunia, Cleopatra diketahui bunuh diri dengan gigitan ular yang dilakukannya sendiri. Namun beberapa sejarawan mengatakan dia mungkin meminum racun dan kemudian meninggal.
Wu Zetian dari Kekaisaran Tiongkok
Permaisuri Wu Zetian menjabat sebagai penguasa de facto di Dinasti Tang selama 40 tahun dari tahun 665 hingga 705. Belum pernah terjadi sebelumnya, ia mendirikan Dinasti Wu Zhou dan menjadi menunjuk dirinya sebagai ratu.
Dihormati karena kepemimpinannya, ia membentuk pemerintahan yang lebih efisien dan tidak korup. Wu Zetian merevitalisasi perekonomian dan budaya Tiongkok serta melawan aristokrasi untuk memajukan kelas petani.
Ia pun memperluas Kekaisaran Tiongkok dengan menaklukkan wilayah baru di Korea dan Asia Tengah. Berkatnya, Kekaisaran Tiongkok menjadi salah satu kekaisaran terkuat dalam sejarah dunia.
Wu Zetian pertama kali datang ke istana kekaisaran sebagai selir Kaisar Taizong. Ketika suaminya, dia menikah dengan putra kesembilan dan penerusnya, Kaisar Gaozong. Berpendidikan tinggi, karismatik dan ambisius, Wu Zetian lebih tegas dan proaktif dibandingkan suaminya. Ia pun dianggap sebagai kekuatan sebenarnya di balik takhta.
Wu Zetian memperoleh kekuasaan, sebagian melalui kekejaman, penipuan, banyak intrik istana, tuduhan sihir dan banyak pertumpahan darah. Dia menciptakan jaringan mata-mata untuk membantunya membunuh saingan nyata, potensial, atau yang dianggap saingannya.
Sebagai pemimpin, ia tidak ragu untuk menurunkan atau mengasingkan musuh dan anak-anak mereka. Bahkan, Wu Zetian juga menargetkan anggota keluarganya sendiri dan membantai 12 keluarga kekaisaran. Hal itu dilakukan ketika beberapa orang mencoba untuk menggulingkannya dari kekuasaan.
Ketika putra-putranya menjadi kaisar, ia masih memegang kekuasaan sejati sebagai wali penguasa. Seakan belum puas berkuasa, ia menghalangi putranya dari urusan pemerintahan dan politik. Pada tahun 690, yang saat itu berusia 60-an tahun, ia memaksa putra bungsunya, Kaisar Ruizong, untuk turun takhta. Peristiwa itu menjadikan dirinya penguasa tunggal dan mendirikan Dinasti Zhou kedua yang berlangsung selama 15 tahun.
Meski dianggap kejam, Wu Zetian mempromosikan seni dan sastra. Ia mendukung peningkatan posisi perempuan dan hak-hak perempuan. Selain itu, sang permaisuri juga menyebarkan dan mengonsolidasikan agama Buddha di atas Taoisme.
Pada bulan Februari 705, kudeta menggulingkan Wu Zetian dari kekuasaan. Dia meninggal di akhir tahun yang sama.
Di masa lalu, tidak banyak perempuan yang berkuasa. Sebagian pemimpin perempuan harus menghadapi kekerasan, pemberontakan, dan pertentangan. Namun, mereka membawa kebaikan bagi kerajaannya dan perjuangannya terus dikenang dalam sejarah dunia.
Source | : | History |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR