“Selain itu, Konstantinopel terletak di semenanjung dan di tiga sisinya dikelilingi oleh air,” tambah Miller. Sangat mudah untuk mencegah kapal keluar dari pelabuhan dengan memasang rantai atau bom.
Namun pada bulan April 1453, diperkirakan pasukan yang berjaga di tembok kota hanya berjumlah 5.000 orang. Kota tersebut hanya memiliki beberapa kapal untuk mempertahankan diri dari laut. Saat itu, pasukan Kekaisaran Romawi Timur kalah jumlah, kalah persenjataan, dan kalah jumlah kapal.
Kekaisaran Ottoman penuntut penyerahan Konstantinopel
Pada tanggal 5 April, Kaisar Ottoman Mehmed II, dengan pasukannya berkumpul di luar kota, mengirim pesan ke Konstantinus IX. Ia menuntut kota itu tunduk kepada Kekaisaran Ottoman. Konstantinus tidak menjawab. Mehmed bertekad untuk menaklukkan ibu kota kuno. Tentu saja, ia memiliki kekuatan besar yang mendukungnya.
Mehmed memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang-orang lain yang menyerang Konstantinopel. Kekuatannya adalah senjata pengepungan besar-besaran. Senjata-senjata itu dirancang oleh seorang Hungaria bernama Urban.
Mehmed juga memiliki kekuatan yang diperkirakan berkisar antara 60.000 hingga 200.000 prajurit. Armadanya menunggu untuk memasuki pelabuhan.
Senjata pengepungan Kekaisaran Ottoman sangat menakutkan. Salah satu senjatanya memiliki panjang 9 meter dan memiliki moncong selebar 1 meter. Senjata itu dapat menembakkan peluru meriam seberat 500 kilogram dengan jarak lebih dari 1,5 kilometer. Larasnya akan menjadi sangat panas sehingga hanya bisa ditembakkan 7 kali sehari.
Selain itu, Kekaisaran Ottoman punya meriam kuat lainnya yang bisa ditembakkan 100 kali sehari.
Pengeboman tanpa henti untuk menjatuhkan Kekaisaran Romawi Timur
Pada tanggal 6 April, senjata-senjata besar mulai menghancurkan tembok kokoh Konstantinopel hingga menjadi puing-puing. Para pembela memukul mundur penyerang melalui lubang-lubang di dinding. Mereka mencoba memperbaiki lubang-lubang tersebut pada malam hari. Mereka juga menembakkan meriam yang jauh lebih kecil.
Source | : | ancient origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR