Mereka yang dirasuki kegilaan, atau amarah, dapat mengalami delusi, ketakutan yang tidak rasional, amnesia sementara, dan agresi. Orang tersebut bahkan dapat melakukan tindakan kekerasan, termasuk membunuh manusia dan/atau hewan.
Mereka juga menunjukkan tanda-tanda keterasingan, termasuk meninggalkan kota dan kontak sosialnya, serta mengalami gangguan fisik dan depresi.
Ada model modern dalam psikologi yang mendefinisikan kegilaan. Hal serupa juga dapat dengan mudah ditemukan di zaman kuno.
Janganlah kita lupa bahwa pada abad ke-5 SM, pengobatan Hippocrates dan kelompoknya berkembang pesat di Athena.
Selain itu, pengobatan ajaib yang dilakukan para pendeta Asclepius mungkin telah memengaruhi penggambaran puitis tentang “penyakit mental” oleh para penyair kuno.
Dalam karya-karya yang ditulis pada abad ke-5 SM, penyakit mental disebabkan oleh kekuatan eksogen.
Interpretasi penyakit mental oleh para penulis
Sejak Homer, penyakit mental dipandang sebagai campur tangan kekuatan dunia lain dalam kehidupan manusia dalam mitologi yunani. Penyakit mental memengaruhi pemikiran dan perilaku sang pahlawan.
Bagaimanapun juga, Sophocles mengisyaratkan tanggung jawab sang pahlawan sendiri atas kondisi mentalnya. Ajax sendiri yang bertanggung jawab atas serangan mematikan terhadap musuhnya, bukan sang dewi.
Athena sebenarnya menengahi untuk mencegah pembunuhan tersebut. Selanjutnya, ketika sang pahlawan kembali ke keadaan rasional, dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara sadar tanpa campur tangan dewa mana pun.
Dalam tragedi sang pahlawan, Sophocles sangat mementingkan faktor manusia tanpa mengabaikan faktor keagungan dewa.
Kegilaan Ajax sepertinya berakar pada karakter sang pahlawan itu sendiri, trauma perang, ketakutan, dan konflik internalnya.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR