Nationalgeographic.co.id—Reconquista atau penaklukan kembali, adalah perang melawan Kekhalifahan Cordoba dalam sejarah Perang Salib. Reconquista juga disebut Perang Salib Iberia untuk mengambil alih kembali wilayah selatan Portugis dan Spanyol dari peradaban Islam.
Reconquista merupakan gerakan militer antara abad ke-11 dan ke-13 M di wilayah yang juga dikenal dengan Andalusia. Wilayah tersebut saat itu dalam kendali kaum Muslim Moor yang membentuk Kekhalifahan Cordoba, yang saat ini dikenal sebagai Spanyol.
Periode sejarah Perang Salib Reconquista mendapatkan dukungan penuh dari para paus Gereja Katolik Roma. Mereka menarik para ksatria Kristen dari seluruh Eropa, termasuk ordo militer utama.
Gerakan militer tersebut berakhir pada tahap akhir di abad ke-13 M. Ketika itu, hanya tersisa Granada yang dijaga ketat yang tetap berada di tangan naungan Kekhalifahan Cordoba.
Iberia Abad Pertengahan
Pada awal abad ke-8 M, kaum Muslim Moor telah berbasis di Afrika Utara. Mereka melakukan perluasan kekuasaan hingga ke sebagian besar semenanjung Iberia.
Semenanjung Iberia saat itu dikuasai oleh Kerajaan Visigoth, pada awal abad ke-8 Masehi. Kerajaan Visigoth telah berkuasa di wilayah tersebut sejak abad ke-5 M.
Pada abad ke-11 M, kerajaan Kristen di Spanyol utara sudah cukup kuat untuk berupaya merebut kendali wilayah Iberia. Itu adalah ambisi yang sangat terbantu oleh perang saudara di dalam Kekhalifahan Cordoba pada tahun 1031 M.
Lima negara bagian Spanyol yang terlibat adalah Aragon, Catalonia, Castile, León, dan Navarre, sedangkan Portugal adalah negara merdeka sejak tahun 1140-an M.
Ketika negara-negara ini berperang melawan kaum Muslim dan, kadang-kadang satu sama lain, Spanyol menjadi jaringan kerajaan-kerajaan kecil yang kompleks.
Termasuk kerajaan-kerajaan yang didirikan oleh para petualang independen yang memanfaatkan kekacauan politik untuk tujuan mereka sendiri.
Tokoh yang paling terkenal adalah Rodrigo Diaz de Vivar, El Cid (sekitar 1043-1099 M). Mereka akhirnya mendirikan kerajaannya sendiri yang berumur pendek dan berbasis di Valencia pada tahun 1094 M.
Percampuran tersebut menjadi lebih tebal dengan kedatangan kelompok baru dari peradaban Islam. Almoravid, salah satu dinasti dalam peradaban Islam yang berbasis di Maroko yang mulai memperluas pengaruh mereka ke Spanyol pada tahun 1080 M.
Proses penaklukan kembali, atau mengambil alih kendali wilayah Semenanjung Iberian ini yang kemudian dikenal sebagai Reconquista.
Istilah penaklukan kembali ini kemudian dikenal sebagai Reconquista. Klaim tersebut sebenarnya agak meragukan untuk arti 'merebut kembali' apa yang Visigoth telah hilangkan 400 tahun sebelumnya.
Upaya militer itu mencapai keberhasilan besar pertamanya ketika Raja Alfonso VI dari León dan Castile menaklukkan Toledo. Wilayah itu merupakan wilayah yang pernah menjadi ibu kota Spanyol Kristen, pada tahun 1085 Masehi.
Paus Urbanus II (memerintah 1088-1099 M) juga merupakan pendukung kuat gagasan penaklukan kembali, sebagaimana dicatat oleh sejarawan J. Phillips.
"Penghargaan spiritual ditawarkan untuk Semenanjung Iberia pada tahun 1096 dan kesetaraan penuh dengan Tanah Suci mungkin muncul. paling lambat tahun 1114 atau paling lambat tahun 1123."
Namun, mungkin penting untuk dicatat bahwa Reconquista berbeda dari sejarah perang salib di Tanah Suci. Terutama dalam satu aspek penting, seperti yang diungkapkan oleh sejarawan C. Tyreman.
"Di Spanyol dan negara-negara Baltik, ekspansi politik dan pemukiman mendorong terjadinya perang salib, tidak seperti di Timur Dekat, sebaliknya…Di Spanyol, konflik antara penguasa Muslim dan Kristen sudah lama terjadi sebelum datangnya indulgensi perang salib."
Oleh karena itu, masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan mengenai kapan tepatnya konflik di Spanyol menjadi bagi sejarah perang salib yang bermotif agama.
Selain itu, pada reconquista imbalan tunai dalam bentuk rampasan dan upeti paksa (parias) adalah motivasi utamanya. Tidak seperti seruan Perang Salib lainnya dengan iming-iming imbalan surga.
Tujuan utama lainnya adalah rampasan perang seperti emas, yang dimiliki Kekhalifahan sendiri dalam jumlah besar dari Gold Coast Afrika.
Jadi, tidak semua gerakan militer di Spanyol merupakan bagi sejarah perang salib. Namun kampanye yang didukung oleh Paus mendapat manfaat dari upaya pemberitaan massal untuk mencari anggota baru.
Kemudian kenaikan pajak gereja juga untuk mendanai tentara, pemikul salib di medan perang, dan iming-iming mendapatkan surga jika terlibat dalam Perang Salib.
Ordo Militer
Alfonso I dari Aragon (memerintah 1104-1134 M) memberikan tanah yang luas. Tapi sebenarnya itu sebagian besar kerajaannya karena ia tidak memiliki ahli waris.
Ia menyerahkan kepada Kesatria Hospitaller dan Kesatria Templar, keduanya adalah ordo militer yang merupakan biarawan-prajurit profesional. Itu menjadikan diri mereka sangat diperlukan untuk pertahanan Negara Tentara Salib di Timur Tengah.
Meskipun kemudian hadiah tersebut dikurangi oleh bangsawan Spanyol, namun tetap menjadi daya tarik dan berhasil menarik minat. Kedua ordo tersebut kemudian menyerahkan para kesatria untuk terlibat dalam Reconquista.
Kesatria Templar bergabung pada tahun 1143 M dan Kesatria Hospitaller bergabung pada tahun 1148 M. Selain itu, semenanjung Iberia akan menyaksikan pembentukan ordo militer lokalnya sendiri.
Dimulai dengan Ordo Calatrava pada tahun 1158 M, yang para ksatrianya terkenal mengenakan baju besi hitam.
Kemudian tahun 1170-an M terbukti menjadi dekade yang lebih sibuk bagi ordo militer baru dengan terbentuknya Ordo Santiago (1170 M), Montjoy di Aragon (1173 M), Alcantara (1176 M) dan di Portugal ada Ordo Evora (1178 M).
Keuntungan besar dari ordo lokal ini adalah mereka tidak perlu mengirimkan sepertiga pendapatan mereka ke markas besar di Timur Tengah seperti Templar dan Hospitaller.
Dengan demikian, ada banyak pihak Kristen Barat yang terlibat dan membantu para penguasa Spanyol. Harta dan tanah yang ditawarkan di Spanyol selatan juga menarik perhatian para prajurit bayaran dari wilayah lain di Eropa, terutama Prancis utara dan Sisilia Norman.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR