“Cambyses II telah menulis surat kepada Amasis untuk meminta salah satu putrinya sebagai istri, tetapi Amasis, yang tidak ingin memenuhinya, mengirim putri pendahulunya, Apries,” kata Mark.
Wanita muda itu merasa terhina dengan keputusan tersebut. Ketika dia tiba di istana Cambyses II, dia mengungkapkan identitas aslinya. Cambyses II menuduh Amasis mengirimkan 'istri palsu' dan mengerahkan pasukannya untuk berperang.
Meletusnya Pertempuran Pelusium
Sebelum perang benar-benar terjadi, Amasis meninggal dan meninggalkan negara itu di tangan putranya, Psammetichus III.
Psammetichus III adalah seorang pemuda yang sebagian besar hidup di bawah bayang-bayang pencapaian besar ayahnya. Ia hampir tidak diperlengkapi untuk menangkis kekuatan musuh.
Meskipun demikian, ketika mendengar berita mobilisasi Persia, dia melakukan yang terbaik untuk membangun pertahanan serta mempersiapkan diri untuk berperang.
Dengan berbagai strategi yang telah disiapkan, Firaun muda yang baru memerintah selama enam bulan pada saat itu merasa yakin bahwa ia dapat menangkis serangan lawan. Namun, apa yang tidak diperhitungkan oleh Psammetichus III adalah kelicikan Cambyses II.
Penulis abad ke-2 Masehi, Polyaenus, menggambarkan pendekatan Cambyses II dalam bukunya. Polyaenus menceritakan bagaimana orang Mesir berhasil menahan laju Persia ketika Cambyses II tiba-tiba mengubah taktik.
Raja Persia, yang mengetahui penghormatan orang Mesir terhadap kucing, meminta gambar Bastet dilukis di perisai tentaranya. Selain itu, "di depan garis depan pasukannya terdapat anjing, domba, kucing, burung ibis, dan hewan apa pun yang disayangi oleh orang Mesir."
Orang-orang Mesir di bawah Psametik III, melihat dewi kesayangan mereka sendiri di atas perisai musuh, dan takut untuk bertempur agar tidak melukai hewan-hewan yang digiring.
Dikatakan bahwa Cambyses II, setelah pertempuran, melemparkan kucing ke wajah orang-orang Mesir yang kalah sebagai ejekan.
Dengan demikian berakhirlah kedaulatan Mesir karena dicaplok oleh Persia dan, selanjutnya, berpindah tangan beberapa kali sebelum akhirnya menjadi provinsi Roma.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR