Kemunculan Shinigami pertama dalam sastra Jepang terjadi pada Zaman Edo. Karena diperkenalkannya Shinigami baru-baru ini ke dalam budaya Jepang, sulit untuk menentukan peran dewa kematian ini.
Meskipun demikian, penting untuk dipahami bahwa Shinigami juga merupakan 'kami', yang pada dasarnya adalah dewa.
Berdasarkan hal ini, kita bisa melihat bagaimana Shinigami mengambil peran yang lebih penting dalam cerita rakyat Jepang.
Selain itu, segala sesuatu mempunyai roh, bahkan tempat, dan benda. Jadi, bisa dibilang sungai dan langit punya kami, jadi wajar kalau kami yang mati adalah Shinigami.
Sebuah tema dalam budaya Jepang selanjutnya adalah bahwa Shinigami mengundang orang ke akhirat dan belum tentu menyebabkan kematian.
Sebenarnya, Shinigami tidak memiliki kendali atas kehidupan siapa pun dan hanya bisa membawa seseorang ke akhirat jika waktunya tiba.
Kisah-kisah populer menggambarkan bahwa kehidupan terikat pada pembakaran lilin. Seperti lilin yang menyala, begitu pula kehidupan seseorang. Setelah lilinnya menyala, Shinigami akan datang untuk mengambilnya.
Beberapa buku terkenal seperti Ehon Hyaku Monogatari pada 1841 atau Mekuranagaya Umega Kagatobi pada 1886, dimana Shinigami dikenal sebagai roh jahat.
Dalam karya-karya ini, para Shinigami merencanakan kejahatan dan senang mempermainkan manusia atau membuat mereka bunuh diri.
Beberapa cerita Shinigami menceritakan tentang kami yang membuat kesepakatan dengan orang-orang dan kemudian menipu mereka hingga mati dengan memberi mereka bantuan.
Dalam beberapa kasus, Shinigami merasuki orang dan mendorong mereka untuk menghancurkan atau membawa mereka menuju kematian di tempat asing.
Namun, cerita kontradiktif lainnya menggambarkan Shinigami sebagai dewa yang memerintah dunia orang mati dan mengatur kehidupan dan kematian.
Source | : | History Defined |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR