Beralih Menjadi Seniman dan Pertapa
Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Miyamoto Musashi secara bertahap beralih dari kehidupan samurai menjadi seorang pertapa dan seniman.
Setelah duel terkenalnya dengan Sasaki Kojirō pada tahun 1612, perspektif Musashi tentang kehidupan dan warisannya mulai bergeser.
Musashi telah memantapkan dirinya sebagai pendekar pedang paling terkenal di Jepang. Namun pada tahun-tahun berikutnya, ia mempelajari lebih dalam aspek-aspek kehidupan lainnya. Hal ini termasuk seni, menulis dan kontemplasi spiritual.
Pada tahun 1643, Musashi berusia akhir 50-an memulai periode pengasingan diri di sebuah gua bernama Reigandō, yang terletak di dekat Kumamoto.
Masa kesendirian ini merupakan masa refleksi dan kreativitas yang intens bagi Musashi. Di sinilah, dalam ketenangan Reigandō, ia menulis "Kitab Lima Lingkaran atau The Book of Five Rings. Karya seni ini menjadi buku klasik yang menawarkan wawasan tentang strategi dan filosofi.
Ditulis menjelang akhir hidup Musashi, karya ini merangkum esensi keahlian bela diri dan pandangan filosofisnya yang mendalam.
Karya ini selesai sekitar tahun 1645, hanya dua tahun sebelum kematiannya. Musashi juga mendedikasikan banyak waktunya untuk menyempurnakan keterampilannya dalam seni lainnya. Ia menjadi seniman berprestasi, terkenal dengan sumi-e (lukisan tinta) dan kaligrafinya.
Karya seninya, seperti pendekatannya terhadap seni bela diri, dicirikan oleh rasa keterusterangan dan kesederhanaan.
Lukisannya sering kali menggambarkan subjek tradisional seperti burung, pemandangan alam, dan tokoh Buddha, mencerminkan pengaruh Zen dalam kehidupan dan pemikirannya.
Menjelang akhir hayatnya, Musashi juga terlibat dalam pengajaran dan mewariskan ilmu bela dirinya. Dia mempunyai banyak murid, kepada siapa dia mengajarkan gaya ilmu pedangnya.
Namun, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, ajarannya kini tidak hanya menekankan pada teknik tetapi juga filosofi yang mendasarinya dan pentingnya karakter yang utuh.
Miyamoto Musashi meninggal pada tanggal 13 Juni 1645. Dia meninggalkan warisan yang jauh melampaui kehebatannya sebagai pendekar pedang.
Tahun-tahun terakhirnya merupakan bukti kepribadiannya yang beragam - seorang pejuang yang ditakuti, seorang pemikir yang mendalam, dan seorang seniman terampil.
Perjalanan hidupnya dari seorang samurai menjadi seniman menyoroti jalur pertumbuhan dan refleksi diri yang berkelanjutan.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR