Nationalgeographic.co.id—Miyamoto Musashi adalah samurai lengedaris di sejarah Jepang. Kehidupan Musashi penuh dengan duel dramatis dan filosofi mendalam.
Dia adalah seorang pria yang bisa mengalahkan seorang pejuang kawakan dengan senjata sederhana. Di akhir kehidupannya, Musashi beralih menjadi seorang pertapa dan seniman dalam sejarah Jepang.
Miyamoto Musashi lahir pada tahun 1584 di Provinsi Harima, Jepang. Dia hidup di era Sengoku, periode perang saudara yang dramatis.
Ayah Musashi, Shinmen Munisai, adalah seorang seniman bela diri ulung dan ahli pedang serta jutte (sejenis senjata tradisional di sejarah Jepang). Lingkungan ini memberi Musashi lahan yang subur untuk pelatihan awal seni perang.
Pendidikan formal Musashi secara spesifik sebagian besar masih bersifat spekulatif. Akan tetapi, diyakini bahwa ia menerima suatu bentuk pendidikan tradisional, yang merupakan ciri khas anak-anak sekelasnya pada periode itu.
Pendidikan ini kemungkinan besar mencakup studi Konfusianisme dan Buddha, yang mungkin menjelaskan kecenderungan filosofisnya di kemudian hari.
Masa remaja Musashi ditandai dengan berlanjutnya duel dan pengembangan keterampilan bela dirinya.
Pada tahun 1600, salah satu momen paling penting dalam sejarah Jepang terjadi yaitu Pertempuran Sekigahara. Pertempuran ini pada akhirnya mengarah pada berdirinya Keshogunan Tokugawa, juga penting bagi Musashi.
Meskipun catatan mengenai peran spesifiknya tidak jelas, diketahui bahwa Musashi berpartisipasi dalam pertempuran ini, kemungkinan besar berada di pihak yang kalah dalam mendukung klan Toyotomi.
Kekalahan ini tidak menghalanginya di sejarah Jepang. Sebaliknya, hal ini mengarah pada periode perjalanan dan pengembangan yang ekstensif, di mana ia terlibat dalam banyak duel, menyempurnakan keterampilan dan filosofinya.
Sepanjang usia dua puluhan, reputasi Musashi sebagai pendekar pedang yang terampil semakin meningkat.
Keahlian bela diri Miyamoto Musashi sangat melegenda. Dengan hidupnya yang diselingi oleh banyak duel yang tidak hanya menunjukkan keahliannya dalam menggunakan pedang tetapi juga kecerdasan strategisnya.
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR