Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Ottoman muncul pada abad ke-13 di Anatolia (wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Turki modern). Ia lahir dari penyatuan berbagai wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh negara-negara Turki Seljuk.
Keyakinan Islam dan tujuan ekspansionisnya membuatnya menjadi momok bagi kelompok Kristen Eropa selama ratusan tahun.
“Sama seperti negara-negara sezamannya di Asia dan Eropa, sistem hukum Kekaisaran Ottoman tumpang tindih dengan agama dan identitas agama,” tulis Greg Pasciuto, pada laman The Collector.
Meskipun kekaisaran ini secara resmi menganut agama Islam, tetapi kelompok-kelompok agama lain juga ada di dalam wilayah kekuasaannya. Para penguasa Ottoman secara bersamaan berusaha mempertahankan supremasi Muslim dan menenangkan agama-agama non-Islam.
Islam dan Kekaisaran Ottoman
Kekaisaran Ottoman mengklaim kendali atas tiga kota tersuci dalam Islam–Mekkah, Madinah, dan Yerusalem. Seperti halnya dinasti-dinasti Muslim sebelumnya, para sultan Ottoman menata diri mereka sebagai pemimpin kekhalifahan Islam global.
Islam merupakan agama monoteistik yang muncul di Jazirah Arab pada abad ke-7 Masehi, ketika Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril. Muhammad dianggap sebagai nabi terakhir dalam tradisi Islam.
Melalui beberapa cara seperti dakwah, perdagangan, dan peperangan, Islam akhirnya menyebar ke seluruh Arab. Kemudian menyebar ke seluruh wilayah Mediterania dan ke Afrika dan Asia.
“Syariah, kode hukum Islam yang didasarkan pada Al-Qur'an dan Hadis, pada dasarnya memandu sistem hukum Kekaisaran Ottoman,” kata Greg.
Baik Sultan maupun rakyat jelata tunduk pada aturan Syariah. Melanggar hukum Syariah dianggap sebagai tindakan berdosa dan kriminal.
Tidak ada konsensus ilmiah mengenai peran Islam dalam pendirian Kekaisaran Ottoman. Penelitian-penelitian terdahulu menyatakan bahwa jihad Islam (perang suci, dalam konteks ini) melawan non-Muslim memicu ekspansionisme.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR