Nationalgeographic.co.id—Anomali Coffee, yang berkomitmen terhadap kualitas produk dan kontribusinya pada usaha menjaga kelestarian alam Indonesia, dengan bangga mengumumkan kolaborasi terobosan bersama Pinaloka, sebuah kelompok usaha wanita dari desa Tanjung Kuras di Kabupaten Siak Riau.
Hasil dari kolaborasi ini adalah peluncuran lima menu khas, yang berbahan dasar Nanas Mahkota Siak, yang dikelola oleh komunitas petani lokal di lahan gambut Kabupaten Siak sebagai upaya nyata dalam menjaga lingkungan melalui praktik berkelanjutan.
Kolaborasi Pinaloka dengan Anomali Coffee ini juga terjadi karena kesamaan visi antara kedua belah pihak yaitu untuk mengembangkan panganan yang dihasilkan dari petani lokal di berbagai daerah.
Nanas memiliki rasa otentik yang segar dan asam seperti seduhan kopi robusta yang meninggalkan rasa asam dan segar setelahnya. Pada kolaborasi ini, Nanas Mahkota Siak disulap menjadi 5 menu baru oleh Anomali Coffee.
Beberapa kudapan hingga minuman olahan dari nanas siap disajikan untuk memanjakan lidah masyarakat. Lima menu yang disajikan termasuk makanan berat seperti Lamb Chop Fried Rice, yaitu nasi goreng campur dengan irisan daging domba dan disajikan dengan nanas kering, dan keripik. Satu lagi sajian istimewa berupa Grilled Lamb Chop yaitu potongan daging domba panggang dengan saus kentang dan jamur.
Tidak hanya makanan berat, ada juga kudapan manis seperti Pina Cake yang terdiri dari kue nanas panggang disajikan dengan krim keju, kemudian ada juga Tropical Black yang berupa perpaduan menyegarkan dari Nanas Mahkota Siak, teh melati, dan espresso kental yang disajikan dengan es.
Menu terakhir merupakan minuman perpaduan dari kelapa dan nanas yang diberi tajuk Aloha Siak. Pada peluncuran menu kolaborasi Anomali Coffee yang dilaksanakan di Anomali Coffee Menteng, tamu yang hadir dapat mencoba langsung untuk meracik menu kolaborasi ini bersama Chef Anomali Coffee.
Irvan Helmi, Co-Founder of Anomali Coffee menyambut baik sinergi antara mereknya dengan Pinaloka. “Awal tahun 2024 ini dibuka dengan kolaborasi unik Pinaloka dan Anomali Coffee lewat beberapa makanan dan minuman yang terbuat dari Nanas Mahkota Siak," ujarnya.
Irvan melanjutkan, "Nanti juga ada minuman kaleng dari sirup nanas Siak yang dibuat oleh kelompok perempuan Pinaloka dan petani asli Siak. Melalui kolaborasi ini kami juga ingin tidak hanyak berdampak pada komoditasnya tapi juga kepada manusia yang ada di Siak."
Menu-menu yang disajikan juga terbuat dari nanas asli Siak jenis Mahkota Siak yang juga sudah dikurasi dengan standar tinggi agar cocok dicicipi oleh milenial dan muda-mudi di Anomali Coffee Jakarta. Semua akan tersaji secara resmi pada 22 Februari 2024.
Ristika Putri Istanti, Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) mengatakan “Dalam kolaborasi ini LTKL sebagai fasilitator yang mempertemukan kolaborasi baik antara Anomali Coffee dan Pinaloka. Berangkat dari karhutla di Siak hingga saat ini angka Karhutla perlahan turun. Kebakaran di lahan gambut bisa dicegah jika lahan gambutnya basah atau lembab."
Menurutnya, lahan gambut memiliki peran sebagai penyeimbang ekosistem dan Kabupaten Siak sendiri memiliki lahan gambut 57,44 persen dari total luas wilayahnya yang hampir mencapai sembilan ribu hektar.
"LTKL berupaya untuk terus mendorong resep ekonomi lestari seluas mungkin termasuk dalam konteks kolaborasi yang dilakukan oleh orang muda di Siak yang juga melibatkan mitra kolaborator di nasional seperti Anomali," imbuhnya.
Kabupaten Siak merupakan salah satu kabupaten anggota LTKL. Kabupaten memiliki lahan gambut terbesar di Pulau Sumatra. Lebih dari separuh luas kawasan Kabupaten Siak (57,44 persen) merupakan lahan gambut. Luas gambutnya mencapai 479.485 hektare. Dari total kawasan gambut tersebut, 21 persen adalah lahan gambut dalam dengan kedalaman 3-12 meter.
Bersama-sama dengan delapan kabupaten anggota LTKL lainnya, kabupaten ini berkomitmen untuk menjaga 50 persen hutan, gambut dan ekosistem penting di wilayahnya.
Upaya itu ditempuh melalui peningkatkan kesejahteraan bagi lebih dari satu juta masyarakat khususnya petani, perempuan dan pemuda setempat.
Bagi Kabupaten Siak, komitmen ini sejalan dengan kebijakan Siak Hijau yang salah satunya mencegah Siak dari terulangnya bencana kebakaran lahan gambut yang terjadi di 2015-2016 di Provinsi Riau.
Bencana itu menimbulkan kerugian lebih dari 200 triliun rupiah dan mengakibatkan ratusan ribu anak dan orang dewasa menderita ISPA.
Kabupaten Siak juga memiliki Danau Zamrud, yang merupakan danau gambut terbesar kedua di dunia. Saat ini bersama-sama dengan berbagai pihak, khususnya pemuda dan komunitas setempat, mengembangkan komoditas ramah gambut yang memberikan nilai ekonomi sekaligus menjaga lahan gambut dari kekeringan dan kebakaran.
Nanas Mahkota Siak merupakan salah satu komoditas ramah gambut yang dikembangkan di desa-desa peduli gambut di Kabupaten Siak bekerja sama dengan berbagai mitra lokal dan nasional di dalam koalisi mitra Lingkar Temu Kabupaten Lestari seperti beberapa di antaranya Winrock International, WRI, Daemeter, Sedagho Siak serta lembaga pemerintah seperti Badan Restorasi Gambut dan Mangrove dengan program Desa Pantau Gambut.
Husni Merza, Wakil Bupati Siak dan sekaligus sebagai Wakil Ketua Umum LTKL menyampaikan komitmen kabupaten Siak untuk mendorong investasi lestari pada komoditas yang ramah gambut salah satunya diwujudkan dengan menerbitkan Siak Investment Outlook pada 2022 bekerja sama dengan banyak mitra pembangunan dalam Kemitraan Multipihak Siak, yaitu Tim Koordinasi Siak Hijau (TKSH).
"Kolaborasi multipihak ini berhasil mengembangkan sentra inkubasi usaha lestari SKELAS di mana berbagai potensi usaha lestari berbasis alam didampingi dan dikembangkan menjadi bisnis yang dikelola dengan profesional," ujar Husni.
Sentra inovasi berupa laboratorium riset dan pengembangan untuk menciptakan inovasi produk dari komoditas ramah gambut juga digawangi pemuda asli Siak. Husni berkata, "Harapannya hilirisasi berbasis alam menjadi produk setengah jadi atau produk jadi seperti Pinaloka ini dapat terus tercipta dan tumbuh di Siak”.
Pinaloka saat ini bekerja sama dengan petani lokal dari desa Tanjung kuras, desa Penyengat, desa Temusai dan desa Lalang dengan potensi luasan perkebunan nanas 3.380 hektar, yang melibatkan 33 petani dan 21 perempuan untuk mengolah produk nanas.
Targetnya, pada akhir tahun 2024 akan melibatkan 100 petani dan memastikan tinggi rata-rata lahan gambut 40 sentimeter agar lahan gambut tetap basah dan terhindar dari kebakaran.
Pengelolaan nanas ini menggunakan metode pertanian berkelanjutan untuk menjaga kualitas tanah dan lingkungan sekitar yang menghasilkan nanas berkualitas tinggi dengan cita rasa manis dan segar. Nanas ini diolah menjadi jus hingga makanan ringan sebagai produk Pinaloka.
Wulan Suci Ningrum, Perwakilan Pinaloka dan Penggerak Laboratorium Alam Siak Lestari (ASL) mengungkapkan kelebihan tanaman nanas untuk mencegah kebakaran di lahan gambut, “penanaman nanas yang rapat ditambah daunnya yang tebal lebih tahan terhadap api, sehingga jika terjadi kebakaran api bisa diredam.
Tanaman nanas juga mampu menjaga kelembaban lahan gambut dengan ditanam secara tumpang sari bersama vegetasi naungan lainnya. Salah satunya karena daunnya mencegah penguapan air yang diakibatkan oleh paparan sinar matahari.
Semula masyarakat membiarkan lahan-lahan gambut tersebut menganggur dan ditumbuhi semak-semak. Karena akarnya yang berserabut dan daunnya yang tipis, tanaman ini dengan cepat terbakar jika ada api.
Alhasil semak-semak itu kemudian dibersihkan dan ditanami nanas oleh masyarakat. Sejak saat itu kebakaran menjadi semakin berkurang bisa dilihat dari titik api di periode 2015-2018 yang ada lebih dari 500 titik api terus berkurang sampai di tahun 2023 menjadi 69 titik api.
Selain itu dari sisi perkembangan usaha nanas Pinaloka dengan koneksi ke mitra Horeca nasional seperti Anomali berhasil meningkatkan produksi dari yang tadinya 8 liter sirup per bulan saat ini mencapai 80 liter sirup per bulan, harapannya dengan kolaborasi ini semakin meningkatkan transaksi Pinaloka dan perkembangan ekonomi masyarakat Siak.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR