Nationalgeographic.co.id–Di Kekaisaran Romawi, hewan memiliki beragam fungsi. Mulai dari ternak, kurban, hingga alat transportasi di medan perang. Hewan juga digunakan di arena gladiator serta disajikan di perjamuan mewah.
Namun bagaimana dengan hewan peliharaan? Apakah orang Romawi juga memelihara hewan seperti orang-orang di zaman modern? Dan jika ya, hewan peliharaan apa yang mereka miliki?
Mungkin di luar dugaan, kucing bukanlah hewan peliharaan yang populer di Kekaisaran Romawi. Ya, memang ada kucing di Roma. Hewan ini mungkin dibawa ke sana dengan kapal oleh penjajah Yunani kuno.
Bukti osteologi menempatkan penemuan paling awal pada abad ke-5 SM. Kerangka dari Era Republik tidak begitu banyak, tetapi jumlahnya bertambah menjelang periode kekaisaran.
Kucing di Kekaisaran Romawi sebagian besar dipandang sebagai penangkap tikus dan pengusir hama. Mereka bahkan harus bersaing dengan musang untuk mendapatkan gelar pengendali hewan pengerat.
Pasalnya, musang juga dipelihara di rumah-rumah Romawi untuk tujuan tersebut. Penggambaran mosaik di Pompeii tentang kucing mungkin cukup untuk menunjukkan bagaimana sebagian orang Romawi memandang kucing.
Selain di kota dan vila, sisa-sisa kucing juga ditemukan di benteng dan pos terdepan militer. Kucing adalah sahabat yang berharga bagi tentara karena mereka membantu menjaga makanan dengan membasmi tikus.
Menurut Donald Engels, penulis Classical Cats, kata Latin cattus yang berarti kucing pertama kali digunakan dalam konteks militer.
Kucing dapat ditemukan di beberapa prasasti penguburan, sebagian besar sebagai pendamping anak-anak.
Meskipun mungkin tidak dipandang sebagai sahabat manusia, kucing dianggap suci oleh Dewi Diana. Hewan ini dihormati karena kemandirian, otonomi, dan kebebasan mereka.
Orang Romawi biasanya dipandang sebagai tentara dan politisi yang kaku. Karena itu, kita akan mengira jika anjing digunakan untuk berburu, melacak, dan menjaga properti atau ternak. Dan ada satu hal yang benar.
Faktanya, anjing digunakan dalam peperangan dan untuk tujuan berburu. Juga dalam peperangan, dan juga untuk menjaga. Hal tersebut dibuktikan oleh mosaik paling terkenal dari Pompeii (yaitu Gua canem).
Selain itu, anjing juga hadir dalam peran sebagai sahabat manusia. Toynbee, sejarawan Inggris, berkomentar bahwa kecintaan terhadap hewan peliharaan khususnya anjing adalah salah satu ciri paling menarik dari karakter Romawi.
Sama seperti zaman modern, Kekaisaran Romawi juga memiliki beragam ras anjing. Misalnya, Laconian dan Molossian digunakan untuk berburu dan menjaga ternak. Ras ini dibahas dengan sangat rinci oleh penulis yang berhubungan dengan pertanian.
Sedangkan untuk anjing peliharaan, jenis yang terkenal adalah Melitan: anjing pangkuan. Anjing berbulu panjang dengan kaki pendek dan hidung mancung ini bahkan dibuat dalam bentuk patung. “Mereka dikenal populer di kalangan masyarakat kelas atas,” tulis Marijana Bakic di laman The Collector.
Namun, tidak banyak yang diketahui tentang kehidupan anjing peliharaan di rumah pemiliknya. Sumber-sumber tertulis biasanya tidak membahas topik-topik seperti itu.
Kita dapat mengatakan hal tersebut berdasarkan banyak batu nisan dan tulisan di batu nisan anjing yang masih hidup. Mereka dicintai, disayangi, dan dirindukan. Sama sekali tidak berbeda dengan perasaan kita terhadap hewan peliharaan kita saat ini.
Contohnya adalah batu nisan untuk anjing kesayangan bernama Myia yang bertuliskan:
“Betapa manisnya dia, betapa baiknya, dia yang berbaring di pangkuan saat masih hidup, selalu menjadi teman dalam tidur dan ranjang. Oh, sayang sekali, Myia, kamu telah mati… Kamu hanya menggonggong jika ada saingan yang berbaring bersama majikannya, tanpa kendali. Oh, sayang sekali, Myia, kamu sudah mati! Kuburan yang dalam sudah membuatmu tidak sadar, kamu tidak bisa bermalas-malasan, atau menyerangku, atau menghiburku dengan gigitanmu yang menyenangkan.”
Ikan
Ikan juga dipelihara di rumah tangga Romawi. Di Pompeii saja, lebih dari 70 bangunan perairan ditemukan di dalam vila, banyak di antaranya berisi ikan.
Meski begitu, meski berfungsi sebagai simbol status yang mirip dengan burung, ikan bisa saja menjadi santapan tuannya. Jadi, mereka dipelihara sebagai hiasan sekaligus makanan.
Ada desas-desus bahwa beberapa orang meratapi kematian ikan mereka. Bahkan sebagian orang di Kekaisaran Romawi menghiasi ikan peliharaan mereka dengan anting-anting dan kalung.
Topik menarik lainnya mengenai ikan adalah kolam ikan yang dibangun berdekatan dengan beberapa vila Romawi. Yang lebih menarik lagi adalah fakta bahwa vila Tiberius di Sperlonga memiliki bagian yang dikenal sebagai Gua Tiberius. Gua ini merupakan sebuah kolam air asin yang masih ada dan berisi ikan dan dapat dikunjungi hingga saat ini.
Ikan yang dipelihara di kolam dimaksudkan untuk dipamerkan dan dijadikan makanan. Ikan bream, flounder, brill, sole, dan lain-lain populer sebagai makanan. Ikan wras dapat dimakan dan juga menarik karena perilakunya. Ikan belanak juga dipelihara untuk bersenang-senang karena cenderung melompat keluar dari air. Berbagai jenis belut bahkan dijual dengan harga yang sangat mahal.
Burung
Burung adalah hewan peliharaan yang sangat disayangi di Kekaisaran Romawi. Burung memang dipelihara sebagai hewan peliharaan dan cukup populer. Di sisi lain, burung juga berfungsi sebagai simbol status.
Burung berkualitas, seperti burung bulbul yang bernyanyi indah, harganya mahal. menurut Pliny, harganya bisa mencapai harga budak manusia.
Berbeda dengan anjing, bukti sastra dan seni menunjukkan burung dikurung di lingkungan rumah tangga atau sebagai bentuk hiburan (burung yang bisa berbicara). Mereka bahkan tidak mendapatkan batu nisan seperti anjing.
Sangkar burung sebagai artefak tampaknya menjadi ciri khas Romawi. Menurut Pliny, orang pertama yang menemukan kandang burung adalah orang Romawi juga. Meski tidak ada bukti fisik yang tersisa, sumber tertulis menyebutkan kandang terbuat dari perak, emas, gading, dan cangkang kura-kura.
Burung di luar sangkar hadir di taman vila Romawi. Di sana terdapat pepohonan, semak-semak, dan air mancur. Namun burung yang dilepas tidak dapat dianggap sebagai hewan peliharaan. Lantas, jenis burung apa saja yang dijadikan hewan peliharaan?
Nero dan Brittanicus dikatakan memiliki burung bulbul yang bisa berbicara. Agrippina memiliki burung murai yang bisa berbicara dan burung bulbul. Beberapa penunggang kuda Romawi memiliki burung gagak yang bisa berbicara. Burung beo juga tidak jarang ditemukan di kalangan orang Romawi.
Burung beo dibawa dari India dan merupakan hewan peliharaan umum bagi banyak orang Romawi, termasuk para kaisar. Burung pipit, burung puyuh, bebek, dan merpati juga dipelihara sebagai hewan peliharaan. Sedangkan merpati digunakan untuk membawa surat.
Burung merak menjadi favorit karena penampilannya yang memesona. Merak bahkan diizinkan berjalan bebas di seluruh properti tuannya. Ayam disebutkan sebagai favorit sebagian orang (Kaisar Honorius), sementara sabung ayam juga populer di masa itu.
Monyet dan hewan eksotis lainnya
Menurut Scriptores Historiae Augustae, Kaisar Elagabalus memiliki beberapa beruang, singa, dan macan tutul. Macan tutul tersebut tidak memiliki gigi dan cakar.
Mereka juga dilatih dan digunakan sebagai komoditas sambil diperintahkan berbaring di sofa selama pesta. Hal ini dilakukan untuk menimbulkan rasa kagum dan takut di antara para tamu yang tidak curiga dan tidak tahu bahwa hewan tersebut “dilucuti”.
Kaisar lain juga diketahui memelihara singa jinak sebagai hewan peliharaan. Singa cukup umum di kalangan orang Romawi, digunakan sebagai pemain teater dan petarung gladiator.
Kaisar Valerian terkenal dengan beruangnya, Mica Aurea dan Innocentia, yang liar dan biasa membantai manusia.
Ular juga dibuktikan sebagai bagian dari beberapa rumah tangga. Pemilik hewan peliharaan ular yang paling terkenal adalah kaisar Tiberius, yang konon memberi makan ularnya dengan tangan.
Beberapa cangkang kura-kura ditemukan di taman Pompeii dan kerangka monyet ditemukan di seluruh Mediterania. Monyet tampaknya telah menjadi hewan peliharaan yang populer di kalangan orang Romawi. Namun nampaknya monyet bukan merupakan indikator status sosial.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR