Nationalgeographic.co.id—Dalam sejarahnya, Kekaisaran Romawi dikenal akan kehebatan militernya yang luar biasa. Salah satu pasukan yang paling adalah Garda Praetorian. Pasukan elit ini memainkan peran penting dalam sejarah panjang Kekaisaran Romawi.
Selama era Republik, peran Garda Praetorian pada awalnya adalah sebagai pengawal sederhana yang melindungi para komandan, jenderal, atau gubernur. Namun, ketika perang saudara berkecamuk, mereka berkembang secara signifikan.
Di bawah kekuasaan Kaisar Augustus, pada tahun 27 SM, Praetorian dikukuhkan menjadi pengawal resmi kekaisaran.
Menurut Christina Athanasiou, seorang penulis sejarah dari Yunani, unit ini terdiri dari dari sembilan kelompok dan berjumlah setidaknya 4.500 orang. Mereka memiliki peran sentral dalam hal keamanan dan politik kekaisaran.
“Pasukan elit ini ditempatkan baik di dalam Roma maupun di kota-kota terdekat, yang secara halus merusak tradisi Republik yang menentang kehadiran militer di kota,” kata Christina.
Seiring berjalannya waktu, pasukan ini menjadi kekuatan politik yang signifikan. Hal ini tentu menjadikan keberadaanya sebagai ancaman bagi para kaisar yang seharusnya mereka lindungi.
Sepanjang Abad ke-1 dan ke-2 Masehi, mereka terlibat dalam pembunuhan beberapa kaisar. Hebatnya, mereka bahkan memproklamirkan salah satu dari mereka sendiri, Macrinus, sebagai kaisar.
Anggota dan Perekrutan
Sebagian besar Garda Praetorian berasal dari tentara Italia dan provinsi-provinsi bagian dari Kekaisaran Romawi. Agaknya, hal ini merupakan langkah kekaisaran untuk memastikan kesetiaan mereka.
Meskipun demikian, awalnya, barisan Garda Praetorian diisi oleh para veteran terkenal dari tentara Kekaisaran Romawi. Alasanya jelas, mereka telah terbukti sangat loyal dan pantang mundur.
Seiring berjalanya waktu yang diikuti dengan berkembangnya pengaruh kekuatan pasukan ini di arena politik, kriteria pemilihan pun mencair. Terkadang, ketajaman politik lebih dinomor satukan daripada pengalaman militer.
Awalnya, seperti yang dijelaskan Christiana, Garda Praetorian berbasis di Roma, dan sisanya ditempatkan di kota-kota terdekat. Hal ini mengikuti prinsip Republik bahwa pasukan militer tidak boleh memasuki kota dengan bersenjata lengkap atau berseragam.
Namun, sikap ini berubah pada tahun 23 M ketika Prefek Aelius Sejanus membujuk Kaisar Tiberius untuk mengonsolidasikan Garda di dalam Castra Praetoria, yang terletak di pinggiran timur laut Roma.
Pada masa pemerintahan Kaisar Aurelian (270-275 M), barak-barak Praetorian diintegrasikan ke dalam tembok pertahanan kota. Konsolidasi ke dalam satu pangkalan tunggal ini dikatakan untuk meningkatkan kesiapan Garda dalam keadaan darurat, menjaga ketertiban, dan menangkal potensi ancaman.
Pada tahun 2 SM, Augustus membuat sebuah preseden dengan menunjuk dua Prefek Praetorian, menjadikan mereka satu-satunya figur yang diizinkan memanggul senjata di hadapan kaisar.
Menurut Christiana, keputusan ini merupakan sebuah keistimewaan unik yang menggarisbawahi pentingnya peran mereka.
“Dipercaya untuk memimpin Garda Praetorian, para prefek ini, yang memiliki pangkat tertinggi sebagai prajurit berkuda, secara bertahap menjadi bagian integral dari dewan penasihat kekaisaran, mengambil peran dalam operasi militer yudisial, keuangan, dan logistik,” ungkap Christiana.
Seiring berjalanya waktu, peran Garda Praetorian semakin penting. Jumlah pasukan dan kelompok bertambah, seiring tugas-tugas mereka yang semakin kompleks.
Kekuasaan dan Keistimewaan
Garda Praetorian memiliki pengaruh politik yang signifikan, yang bahkan mampu membuat atau menjatuhkan kaisar. Kedekatan mereka dengan kaisar memberi mereka pengaruh yang cukup besar atas suksesi dan kebijakan kekaisaran.
Dalam pengupahan, Praetorian mendapat kompensasi lebih banyak tiga kali lipat dari gaji legiuner reguler.
Kemurahan hati Augustus semakin menggarisbawahi status mereka yang lebih tinggi, mewariskan 1.000 sestertii–mata uang kuno Romawi–kepada setiap Praetorian, berbeda dengan 300 sestertii yang diterima oleh setiap legiuner.
Beberapa kaisar, termasuk Vespasianus, memberi mereka keuntungan tambahan seperti pembebasan pajak atas tanah yang diberikan di akhir masa tugas mereka.
Mereka juga memiliki perbedaan mencolok dalam segi penampilan: baju zirah dengan kualitas baja unggulan dan perisai oval.
Manuver Politik dan Kehancuran
Keterlibatan Praetorian dalam politik kekasiran terlihat sangat kentara pada era penuh kekacauan yang dikenal dengan “Tahun Empat Kekaisaran”. Pengaruh mereka memuncak selama masa-masa penuh gejolak ini, menunjukkan kemampuan mereka untuk mendikte lanskap politik Roma.
Namun, menurut Christiana, kekuatan mereka bermata dua. Sementara mereka dapat mengamankan takhta untuk kaisar, mereka juga menimbulkan ancaman yang signifikan.
“Pelelangan Kekaisaran Romawi setelah pembunuhan Commodus menunjukkan jangkauan mereka dan ketidakstabilan yang dapat mereka timbulkan,” kata Christiana.
Pada tahun 193 M, Garda Praetorian membunuh Kaisar Pertinax, karena tidak senang dengan tawaran murahnya, yaitu 12.000 sestertii setiap kali ia mengambil alih kekuasaan.
Kesetiaan mereka berubah menjadi komoditas yang dijual kepada penawar tertinggi. Dalam hal ini Didius Julianus muncul sebagai pemenang.
Kini, para kaisar mulai menyadari bahwa mereka adalah sebuah ancaman alih-alih unit pelindung. Berbagai upaya dilakukan oleh mereka untuk membatasi pengaruh Garda Praetorian.
Pada akhirnya, masa gemilang Garda Praetorian berakhir pada tahun 312 M ketika Kaisar Konstantinus I membubarkan mereka. Hal ini dilakukan setelah mereka kedapatan mendukung musuh sang kaisar, Maxentius.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR