Nationalgeographic.co.id—Barbarossa awalnya adalah bajak laut yang ditakuti. Namun seiring perjalanannya, dia menjadi Laksamana di Angkatan Laut Kekaisaran Ottoman.
Barbarossa merupakan keturunan Yunani. Bajak laut ini sangat sukses. Banyak kemenangannya bagi Kekaisaran Ottoman di abad ke-16 membantu mereka mengamankan wilayah yang luas di Mediterania.
Nama aslinya diyakini Khiḍr atau Khizr. Nama aslinya diyakini Khiḍr atau Khizr. Dia lahir di desa Palaiokipos di pulau Lesbos Yunani, yang berada di bawah kendali Ottoman dari tahun 1462-1912.
Meskipun ia melakukan banyak kekejaman terhadap orang-orang Yunani, khususnya di kepulauan Aegea, Barbarossa sendiri adalah orang keturunan Yunani.
Menurut sumber Kekaisaran Ottoman, ayah bajak laut ganas itu adalah seorang sihapi atau anggota kavaleri Albania atau Turki, bernama Yakup Ağa.
Ibu Barbarossa diyakini adalah seorang wanita Kristen Ortodoks Yunani bernama Katerina, yang sebelumnya menikah dengan seorang pendeta Ortodoks Yunani yang telah meninggal dunia.
Setelah pasangan tersebut menikah. Mereka memiliki enam anak—dua putri dan empat putra—Ishak, Oruç, Khizr, dan Ilyas.
Dari saudaranya, Oruç, bajak laut tersebut mendapat julukan “Barbarossa”, yang berarti “janggut merah” dalam bahasa Italia.
Awalnya, nama tersebut digunakan untuk saudara laki-lakinya, namun Khizr juga mengadopsi gelar tersebut, dan pasangan tersebut dikenal sebagai saudara Barbarossa.
Faktanya, saudara laki-laki Barbarossa, Oruç, bahkan membantunya menjadi bajak laut. Oruç adalah orang pertama di keluarganya yang mengarungi lautan untuk mencari peruntungan.
Selama petualangannya, kakak laki-laki bajak laut itu ditangkap oleh Kesatria Hospitaller, sebuah ordo Kristen yang berbasis di pulau Rhodes, Yunani, dan dijadikan budak dapur selama dua tahun.
Setelah dia secara ajaib melarikan diri, Oruç dan saudaranya Khizr dapat bertemu di pulau Djerba, yang terletak di lepas pantai Tunisia, yang terkenal sebagai tempat tinggal para bajak laut dari seluruh Mediterania.
Source | : | Greek Reporter |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR