Nationalgeographic.co.id—Sumeria, sebagai tempat lahirnya peradaban, sama sekali tidak diketahui sampai rahasia-rahasianya terkuak dari pasir gurun. Pada paruh kedua abad ke-19, para arkeolog Prancis dan Inggris melakukan perjalanan ke tempat yang sekarang disebut Irak. Mereka berencana untuk berburu temuan dari zaman Asiria. Secara kebetulan, mereka menemukan peradaban yang jauh lebih tua.
Hingga saat itu, sejumlah besar lumpur yang dibawa Sungai Eufrat dan Tigris berhasil menghapus dan menyembunyikan jejak masa lalu. Ketika sisa-sisa Sumeria digali dan diberi tanggal, sejarah yang diketahui manusia saat itu pun makin diperluas secara radikal.
Lokasi tempat lahirnya peradaban
Dari sudut pandang alam, Mesopotamia sebagian besar merupakan lanskap datar, dengan dataran pasir yang luas dan vegetasi yang jarang. Terdapat lanskap rawa di bawah menuju Teluk Persia, tempat air laut berangsur-angsur surut sejak zaman es terakhir. Iklim gurun menentukan cuaca. Curah hujan bersifat sporadis, panasnya tak tertahankan pada siang hari, dan bisa sangat dingin pada musim dingin dan malam hari.
Meski jarang turun hujan, wilayah inti peradaban Sumeria terus dilanda banjir dahsyat yang disebabkan oleh Sungai Eufrat dan Tigris. Karena lanskap datar yang mengarah ke laut tercipta dari lumpur dan pasir, tidak ada batu yang dapat digunakan untuk membangunnya. Juga tidak tumbuh pohon yang dapat digunakan untuk membuat rumah atau perahu.
Salah satu alasan utama mengapa Mesopotamia menjadi tempat lahirnya peradaban adalah lokasinya. Wilayah ini terletak di antara Sungai Tigris dan Efrat, menyediakan sumber air yang konstan. Sungai juga memfasilitasi perdagangan dan transportasi. “Hal ini memudahkan masyarakat melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain,” tulis Kristoffer Uggerud di laman The Collector.
Kedua sungai besar tersebut membentuk suatu sistem yang menciptakan kondisi yang tepat untuk dikembangkannya irigasi buatan dalam skala besar. Selain itu, sungai-sungai menciptakan peluang unik untuk transportasi melalui air.
Sejarah peradaban Sumeria
Sekitar tahun 3500 SM, bangsa Sumeria mendirikan sebuah masyarakat yang menciptakan sejarah dunia. Bangsa Sumeria menyebut diri mereka “orang-orang berkepala hitam”. Wilayah mereka berarti “tanah orang-orang berkepala hitam”. Sumeria mempunyai penduduk yang beragam etnis. Oleh karena itu, sejarah Sumeria bukan tentang sejarah suatu bangsa, melainkan tentang sejarah suatu daerah.
Peradaban Sumeria merupakan masyarakat pertama dalam sejarah yang mampu memaksa kekuatan alam menjadi “pelayan masyarakat”. Sumeria mengembangkan sistem irigasi buatan yang menjadikan tanahnya begitu subur. Lewat sungai, tanah pun mampu memberi makan beberapa negara kota dengan populasi yang terus bertambah. Hal ini pada akhirnya mengarah pada revolusi perkotaan yang memungkinkan mayoritas penduduk dunia tinggal di kota. Ur, Eridu, dan Uruk diperkirakan memiliki populasi lebih dari 50.000 jiwa pada 5.000 tahun yang lalu.
Tanah liat sebagai sumber daya dan media catat
Akhirnya, bangsa Sumeria menemukan manfaat dari dataran sungai. Mereka memiliki akses tak terbatas ke sumber daya yang mempunyai arti penting dalam sejarah dunia. Tanah liat menjadi sumber daya penting bagi Sumeria. Tanah liat ini menjadi bahan bangunan kuil dan media seni menulis yang pertama.
“Tanah liat tersebut dapat digunakan untuk membuat batu lumpur,” tambah Uggerud. Batu lumpur itu selanjutnya dapat digunakan untuk membuat rumah, piramida bertingkat, kuil, tanggul, dan sisi kanal. Kota-kota Sumeria dikelilingi oleh tembok batu lumpur tersebut. Di Uruk, kota ini dikelilingi tembok sepanjang 10 kilometer dengan menara pertahanan yang terbuat dari tanah liat. Tanah liat adalah bahan bangunan peradaban pertama.
Tanah liat juga meletakkan dasar bagi langkah menentukan lainnya dalam sejarah manusia. Perkembangan bahasa tulisan pertama di dunia: tulisan paku. Bangsa Sumeria menggunakan benda runcing dan tanda ukiran pada lempengan tanah liat. Lempengan itu kemudian dijemur di bawah sinar matahari.
Penyimpanan dan pendistribusian makanan merupakan salah satu inovasi peradaban. Karena itu, diperlukan suatu sistem yang dapat mencatat dan menyimpan informasi tentang persediaan makanan dan penerima makanan. Sistem registrasi seperti ini juga penting untuk aktivitas perdagangan dan organisasi negara-kota. Itulah sebabnya penulis pertama yang kita ketahui berasal dari Sumeria.
Bahasa tulis tidak menciptakan peradaban, melainkan peradabanlah yang menciptakan bahasa tertulis. Bahasa tulis selanjutnya mengembangkan peradaban tersebut. Bahasa tulis dan tanah liat juga memungkinkan berkembangnya sistem bilangan.
Kelak sistem bilangan menjadi dasar kehidupan manusia modern dalam pemahaman tentang ruang dan waktu.
Teks hukum dan perang pertama dalam sejarah
Tanah liat juga memungkinkan terciptanya teks hukum pertama di dunia. Kode Ur-Nammu diproklamirkan sekitar tahun 2100 SM.
Sejak kanal-kanal mulai menghubungkan kota-kota, konflik pun mulai terjadi. Ada pendapat bahwa perang pertama dalam sejarah dunia terjadi ketika Raja Eannatum dari Lagash mengalahkan negara kota saingannya Umma. Perang tersebut terjadi sekitar tahun 2450 SM. Penyebabnya adalah konflik perebutan kendali saluran air dan saluran irigasi buatan manusia.
Gambar adegan perang berusia 4.500 tahun di atas batu bernama “Prasasti Burung Hering” kini dipamerkan di Louvre di Paris. Setelah kemenangan, raja mendirikan semacam batu pembatas dan di atasnya terukir syarat perdamaian. Sumeria memberi kita perang pertama dan juga perjanjian damai pertama yang kita ketahui.
Runtuhnya peradaban Sumeria
Pada saat yang sama, Sumeria mungkin tampak sebagai masyarakat yang menghilang dari sejarah karena alam mengambil alih kendalinya. Disepakati secara luas bahwa peradaban Sumeria, yang telah ada sekitar tahun 4000 hingga 2000 SM, runtuh atau hilang. Kejatuhannya itu diikuti oleh pembentukan kerajaan lainnya di Mesopotamia.
Penjelasan yang lambat laun mendapat dukungan terbesar adalah bahwa peradaban Sumeria mengalami kemunduran karena produktivitas pertanian berangsur-angsur menurun.
Karena Sungai Efrat dan Tigris membawa air dari pencairan salju di pegunungan Turki. Sungai tersebut mengandung garam terlarut dalam konsentrasi tinggi. Selama ribuan tahun, garam di air tanah telah terangkat ke permukaan melalui akar tanaman. Garam tambahan datang bersama angin dari Teluk Persia. Semakin banyak irigasi menyebabkan semakin banyak garam di dalam tanah. Seiring berjalannya waktu, hal ini tidak dapat dihindari dan menghancurkan bumi. Inovasi revolusioner Sumeria, sistem irigasi, adalah benih dari kemunduran peradabannya secara perlahan dan akhirnya runtuh.
Warisan tempat lahirnya peradaban
Warisan Mesopotamia jauh melampaui kawasan itu sendiri. Inovasi dan pencapaian bangsa Sumeria sangat berdampak pada masyarakat di kemudian hari, sehingga membentuk jalannya sejarah manusia.
Jika kita menengok ke belakang, tempat lahirnya peradaban terus menginspirasi dan membuat kita terpesona saat ini. Inovasi dan pencapaian bangsa Sumeria mengingatkan kita akan potensi luar biasa dari kecerdikan dan kreativitas manusia serta kekuatan abadi peradaban manusia.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
KOMENTAR