Nationalgeographic.co.id—Para sejarawan mengetahui bahwa Stonehenge dibangun dengan mempertimbangkan jalur matahari. Stongehenge adalah lingkaran batu prasejarah yang terkenal di Inggris. Pada setiap titik balik matahari, penonton berkunjung untuk menyaksikan matahari bersinar melalui bebatuan monumental tersebut.
Kini, para peneliti berpendapat bahwa pembangunan Stonehenge mungkin juga mempertimbangkan bulan.
Para ahli dari English Heritage, Royal Astronomical Society dan beberapa universitas di Inggris memulai sebuah proyek baru. Proyek tersebut meneliti kemungkinan hubungan Stonehenge dengan peristiwa langit yang dikenal sebagai lunar standstill. Lunar standstill adalah periode ketika bulan terbit dan terbenam berada pada jarak terjauh satu sama lain sepanjang cakrawala. Peristiwa ini hanya terjadi setiap 18,6 tahun sekali. Yang berikutnya akan dimulai tahun ini dan berlangsung hingga 2025.
“Hubungan arsitektur Stonehenge dengan matahari sudah banyak diketahui. Namun hubungannya dengan bulan kurang dipahami dengan baik,” kata Clive Ruggles, seorang archaeoastronomer di Universitas Leicester.
“Empat Station Stone asli Stonehenge—batu-batu kecil yang membentuk persegi panjang di sekeliling struktur— sejajar dengan posisi ekstrim bulan,” tambahnya. “Para peneliti telah berdebat selama bertahun-tahun apakah hal ini disengaja. Dan jika memang demikian, bagaimana hal ini dicapai, dan apa tujuannya.”
Stonehenge dibangun dalam beberapa tahap dimulai sekitar 5.000 tahun yang lalu. Terbuat dari batu-batu besar yang saling bertautan, monumen ini adalah lingkaran batu berarsitektur paling canggih. Dan satu-satunya yang masih bertahan di dunia. Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa pembangunnya sengaja menyelaraskan lingkaran batu tersebut dengan pergerakan matahari, yang mendasari sistem kepercayaan mereka. Para pencipta Stonehenge juga melakukan penguburan di lokasi tersebut.
Para peneliti berpendapat bahwa setidaknya ada satu lunar standstill terjadi pada tahap awal pembangunan Stonehenge. “Hal tersebut berpotensi memengaruhi desain dan tujuan monumen,” menurut English Heritage. Sisi panjang persegi panjang Station Stones berorientasi ke arah bulan terbit paling selatan saat lunar standstill berlangsung.
Selain itu, antara tahun 2500 dan 3000 SM—berabad-abad sebelum batu-batu besar itu dipasang—orang-orang mengubur sisa-sisa kremasi. Sisa-sisa itu dikuburkan secara berkelompok di bagian tenggara situs tersebut. “Ke arah posisi terbit bulan paling selatan,” tulis Sonja Anderson di laman Smithsonian Magazine.
Teorinya adalah bahwa pergerakan bulan ini mungkin telah diketahui pada tahap awal Stonehenge dan kemudian memengaruhi desain selanjutnya.
Tim archaeoastronomer —yang ahli dalam pemahaman sejarah astronomi—akan mempelajari gagasan ini di lokasi.
“Mengamati hubungan ini secara langsung pada tahun 2024 dan 2025 sangatlah penting,” kata Amanda Chadburn, arkeolog di Universitas Oxford. “Tidak seperti matahari, melacak posisi ekstrem bulan tidaklah mudah, memerlukan waktu dan kondisi cuaca tertentu. Kami ingin memahami bagaimana rasanya mengalami terbit dan terbenamnya bulan yang ekstrem ini serta menyaksikan efek visualnya pada bebatuan.”
Para pembangun Stonehenge menganut budaya yang dipandu oleh peristiwa-peristiwa langit. Jadi masuk akal jika mereka menganggap serius peristiwa lunar landstill. Cahaya bulan mungkin berguna untuk tugas-tugas seperti berburu. Dan siklusnya menyediakan cara ideal untuk menandai berlalunya waktu serta mengatur acara dan perayaan.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR