Nationalgeographic.co.id—Dido, yang juga dikenal sebagai Elissa dalam beberapa sumber, adalah ratu legendaris yang berjasa atas berdirinya Kartago.
Legenda Ratu Dido ditemukan dalam sumber-sumber Yunani dan Romawi. Dalam banyak epos, sang ratu melakukan bunuh diri setelah kekasihnya, Aenas, pergi ke Semenanjung Italia.
Nama Dido berarti 'pengembara'. Hal ini sesuai dengan kisah kedatangannya di Kartago. Menurut kisah mitologi, Dido adalah seorang putri dari Tirus, sebuah negara kota Fenisia di Lebanon sekarang.
Siapa yang Menulis Mitologi Dido?
Orang paling awal yang diketahui menulis tentang Dido adalah sejarawan Yunani, Timaeus dari Taormina (sekitar 350-260 SM). Meskipun tulisan Timaeus tidak terselamatkan, ia menjadi rujukan bagi para penulis selanjutnya.
Menurut Timaeus, Dido mendirikan Kartago pada tahun 814 atau 813 SM. Sumber selanjutnya adalah sejarawan abad pertama, Josephus, yang tulisannya menyebutkan Elissa yang mendirikan Kartago pada masa pemerintahan Menandros dari Efesus.
Namun, dari berbagai sumber yang ada, kebanyakan orang mengetahui tentang kisah Dido dalam “Aeneid” karya Viergil.
Awal Perjalanan Dido
Menurut Virgil, ayah Dido bernama Belus dan saudara laki-lakinya bernama Pygmalion. Ketika dia masih tinggal di Tirus, Dido menikah dengan seorang pria bernama Sychaeus.
Belus berharap bahwa setelah kematiannya, pemerintahan Tirus akan dibagi rata antara Dido dan Pygmalion. Namun, hal ini tidak terjadi. Ketika sang raja meninggal, Pygmalion segera mengambil alih kekuasaan dan membunuh Sychaeus, karena ia mengincar kekayaannya.
“Arwah Sychaeus menampakkan diri kepada Dido dalam sebuah mimpi, memberitahukan kepadanya kebenaran tentang kematiannya, lokasi tersembunyi dari kekayaannya,” tulis Wu Mingren, seorang penulis sejarah kuno.
Baca Juga: Penunggang Kuda Oyo, Unit Militer Kuat yang Membentuk Sejarah Afrika
Selain itu, lanjut Wu, “[Arwah Sychaeus] juga memberikan peringatan untuk melarikan diri dari Tirus karena Pygmalion pasti akan membunuhnya.”
Oleh karena itu, Dido pergi untuk mengambil kekayaan suaminya yang telah meninggal dan melarikan diri dari kota bersama para pendukungnya.
Setelah melarikan diri dari Tirus, Dido dan para pengikutnya berlayar melintasi Mediterania dan tiba di pantai Afrika Utara. Mantan putri Tirus ini bertemu dengan seorang penguasa lokal bernama Iarbas, dan membeli tanahnya. Di sinilah kota Kartago didirikan, dan Dido menjadi penguasa pertamanya.
Kehidupan Ratu Dido di Kartago
Seiring berjalannya waktu, Kartago menjadi makmur dan Iarbas meminta Dido untuk menikah. Namun, sang ratu menolak karena ia masih setia pada mendiang suaminya dan tidak mau menikah dengan pria lain. Terdapat beberapa versi dalam kisah ini.
Dalam salah satu versi legenda, menurut Wu, Iarbas tidak mau menerima jawaban tidak dan mengancam akan menghancurkan Kartago jika sang ratu tetap bersikeras dengan penolakannya.
Akibatnya, Dido tidak punya pilihan lain selain bunuh diri, baik dengan menikam dirinya sendiri di atas tumpukan kayu di pemakaman, atau dengan melemparkan dirinya sendiri ke dalam kobaran api.
“Namun, versi yang lebih terkenal dari mitos Dido adalah pertemuannya dengan Aeneas, yang mengembara di sekitar Mediterania setelah kejatuhan Troy,” kata Wu. “Aeneas tiba di Kartago yang sedang dibangun dan bertemu dengan Dido.”
Sang ratu menyambut Aeneas dan anak buahnya. Dia juga mengizinkan mereka tinggal di Kartago. Meskipun Aeneas mencoba merayu Dido, dia tidak berhasil, karena ratu tetap teguh mengenang almarhum suaminya.
Hanya melalui campur tangan Venus (khususnya panah yang ditembakkan ke arah Dido oleh Cupid), Dido akhirnya jatuh cinta pada Troya.
Seiring berjalannya waktu, Aeneas dan Dido mulai hidup bersama sebagai suami-istri, dan keluarga Troya pun menetap untuk selamanya di Kartago. Namun, berita ini sampai ke telinga Iarbas.
Sang raja dikatakan sebagai manusia setengah dewa, karena ayahnya adalah Jupiter, sementara ibunya adalah seorang peri Garamantin. Oleh karena itu, dia berdoa kepada ayahnya untuk mengadukan Dido dan Aeneas.
Jupiter menjawab doa putranya dengan mengirim Merkurius untuk mengingatkan Aeneas akan takdirnya dan mempersiapkannya menghadapi petualangannya.
Ratu Dido Patah Hati
Aeneas beserta anak buahnya dipaksa untuk meninggalkan Kartago secara diam-diam. Ketika Dido mengetahui hal ini, tentu dia sangat sedih.
Ketika dia melihat kapal-kapal Troya berlayar pergi, dia mengutuk mereka, bersumpah akan ada permusuhan abadi antara keturunannya dan keturunan Aeneas. Hal ini dipandang sebagai ramalan untuk persaingan antara Kartago dan Roma, serta Perang Punisia yang akan terjadi antara kedua kekuatan tersebut.
Sang ratu kemudian memerintahkan agar sebuah tumpukan kayu bakar disiapkan, agar ia dapat membakar semua benda yang ditinggalkan Aeneas. Setelah selesai, dia naik ke atas tumpukan kayu, berbaring di sofa yang ia gunakan bersama Aeneas, dan bunuh diri dengan pedang yang diberikan Aeneas kepadanya.
“Kisah Dido telah memikat banyak generasi. Kisahnya tidak hanya diwakili oleh para penulis dan penyair pada masa Klasik, namun juga oleh para seniman dari masa-masa selanjutnya,” pungkas Wu.
Source | : | thought.co,Ancient Origins |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR