Setiap pelayaran dari Dinasti Ming Tiongkok yang dipimpin Laksamana Cheng Ho tampak sedikit berbeda, tetapi semuanya memiliki punya dan terkadang ratusan kapal. Kapal terbesar memiliki banyak dek, dengan kabin mewah untuk para perwira dan banyak pedagang yang menemani pelayaran. Ribuan tentara dan ratusan kuda berada di dalamnya.
Jika sumbernya benar, kapal terbesar mungkin memiliki panjang 400 kaki dengan empat dek dan dapat mengangkut 500 ton, lebih besar dari kapal apa pun yang pernah dibangun di dunia pada saat itu. Kapal-kapal dari Dinasti Ming ini merupakan contoh arsitektur angkatan laut yang canggih. Lebih cepat dari kapal-kapal galleon Spanyol dan kapal-kapal Portugis yang mendominasi perdagangan Samudera Hindia pada abad-abad berikutnya, khususnya dengan angin yang bertiup kencang, kapal-kapal ini dirancang untuk memanfaatkan angin muson yang terkenal di Asia Selatan dan Timur.
Pelayaran yang diatur waktunya dengan tepat dapat melakukan perjalanan keluar melintasi cekungan Samudera Hindia selama setengah tahun, dan kembali lagi ketika musim hujan berganti pada paruh kedua tahun tersebut. Kapal-kapal tersebut memiliki lambung ganda (seperti halnya kapal Song) dengan selusin kompartemen kedap air.
Parameter pelayaran Dinasti Ming, yang sebagian besar tetapi tidak semuanya dipimpin oleh Cheng Ho sendiri, secara umum sudah diketahui dengan baik. Beberapa perjalanan pertama mengunjungi Asia Tenggara, transit di Selat Malaka ke Teluk Benggala dan kemudian sampai ke Kalikut, di pantai barat India.
Pelayaran selanjutnya berlanjut lebih jauh, Teluk Persia dan Teluk Aden, dan ke selatan sepanjang pantai timur Afrika, singgah di Malindi dan Mogadishu. Ada alasan untuk berpikir bahwa pasukan Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming mungkin telah pergi lebih jauh ke selatan, hingga ke Mozambik saat ini.
Yang jelas, di wilayah Nusantara sendiri, Laksamana Cheng Ho dan pasukan dari Dinasti Ming pernah menyambangi Semarang, Jawa Tengah. Selama 28 tahun pelayaran Cheng Ho, dia memimpin armada besar untuk mengunjungi Indonesia dan Pulau Jawa beberapa kali dan melakukan pertukaran ekonomi dengan penduduk setempat dengan berbagai cara.
Pertukaran ekonomi dan perdagangan antara pelayaran Cheng Ho dan Semarang berdampak positif bagi ekonomi kuno dan kerja sama ekonomi modern antara kedua negara.
Bahkan, Kota Semarang memiliki hubungan sejarah yang mendalam dengan Cheng Ho dan Dinasti Ming Tiongkok. "San Bao Long" adalah nama Cina untuk Kota Semarang. Nama ini diambil dari "San Bao", nama lain Laksamana Cheng Ho.
Peneliti Ungkap Hubungan Tanaman dan Bahasa Abui yang Terancam Punah di Pulau Alor
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR