Namun, perjudian di Romawi tidak hanya terbatas pada permainan dadu dan papan. Arena menjadi pusat perhatian, di mana pertarungan gladiator dan balapan kereta kuda menarik ribuan penonton.
Circus Maximus, stadion balap kereta terbesar di Roma, menjadi tempat di mana taruhan dipasang dengan semangat yang membara.
"Bertaruh pada hasil pertarungan gladiator dan pertarungan hewan di arena seperti Colosseum adalah hal yang umumm," jelas Athanasiou.
"Penonton akan bertaruh pada berbagai aspek pertarungan, termasuk gladiator atau hewan mana yang akan menang, lamanya pertarungan, dan hasil spesifik lainnya. Kegembiraan dan ketegangan yang dirasakan penonton menciptakan atmosfer yang tak tertandingi."
Namun, di balik kesenangan itu, terdapat risiko besar. Banyak yang kehilangan harta benda dan bahkan kehormatan mereka karena terjebak dalam dunia perjudian yang tak terduga ini.
Banyak individu terjebak dalam siklus kehilangan yang tak berujung, dan cerita-cerita tragis tentang orang-orang yang kehilangan segalanya dalam semalam menjadi hal yang umum.
Sejarah Dunia: Kritik Terhadap Praktik Perjudian di Romawi Kuno
Meskipun perjudian sangat populer di kalangan masyarakat Romawi, praktik ini juga menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk para filsuf, penulis, dan tokoh politik. Banyak yang melihat perjudian sebagai sebuah keburukan yang dapat merusak moral dan reputasi individu.
Negarawan dan filsuf stoik Romawi Seneca, misalnya, mengutuk perjudian yang berlebihan sebagai sifat buruk.
Ia menganggap bahwa kecanduan terhadap perjudian dapat menghancurkan kehidupan seseorang, baik secara finansial maupun sosial.
Selain itu, penulis satir seperti Juvenal juga mengungkapkan pandangannya tentang dampak negatif perjudian. Dalam salah satu saternya, ia menulis, “Belum pernah ada arus keburukan yang begitu tak terhindarkan atau kedalaman keserakahan yang lebih menyerap, atau hasrat untuk berjudi yang lebih intens."
Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana perjudian dan keserakahan telah menjadi masalah besar dalam masyarakat—yang sebelumnya belum pernah terjadi.
Juvenal melanjutkan, "Tidak ada orang yang datang ke meja judi saat ini yang membawa dompet; mereka harus membawa kotak uang mereka. Apa yang bisa kita pikirkan tentang para pemboros ini yang lebih siap untuk kehilangan 100.000 dolar daripada memberikan jubah kepada seorang budak yang sekarat karena kedinginan."
Cicero, seorang orator dan politikus terkemuka, juga mengkritik perjudian, terutama dalam konteks dampaknya terhadap para pejabat publik. Ia berpendapat bahwa perjudian dapat menjadi sumber korupsi politik, terutama bagi mereka yang memiliki kekuasaan.
Kritik terhadap perjudian di Romawi Kuno menunjukkan bahwa meskipun praktik ini sangat populer, ada kesadaran yang mendalam akan potensi bahaya dan dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR