Kita, Homo sapiens, dengan bangga menyebut diri sebagai manusia. Kamus Macquarie mendukung hal ini dengan menyatakan bahwa "manusia" adalah "manusia", yang pada gilirannya adalah "anggota spesies manusia, Homo sapiens.
Namun, dalam sejarah panjang evolusi, kita bukanlah satu-satunya spesies yang pernah menyandang gelar itu.
Untuk memahami lebih lanjut, mari kita melakukan perjalanan singkat melintasi waktu. Kita akan menjelajahi berbagai spesies hominin yang pernah hidup di Bumi, dan mencoba mengungkap kapan dan bagaimana kita menjadi manusia modern seperti sekarang.
Kerabat dekat manusia purba
Pernahkah Anda membayangkan bertemu dengan saudara jauh Anda yang hidup puluhan ribu tahun lalu?
Jika Anda melakukan perjalanan waktu ke masa lalu, Anda mungkin akan berpapasan dengan sosok mirip manusia yang berkeliaran di Bumi. Mereka adalah Neanderthal (Homo neanderthalensis) dan Denisovan, kerabat terdekat kita dalam pohon keluarga evolusi manusia.
Neanderthal, dengan tubuh kekar dan otak yang relatif besar, sudah sering kita dengar. Sementara, Denisovan masih menjadi misteri yang menarik.
Fosil-fosil mereka sangat langka, sehingga kita belum memiliki gambaran lengkap tentang penampilan dan kebudayaan mereka. Meski begitu, para ilmuwan meyakini bahwa Denisovan memiliki kemiripan dengan Neanderthal.
Selama bertahun-tahun, kita sering menggambarkan Neanderthal sebagai makhluk primitif yang bodoh. Namun, penemuan-penemuan terbaru telah mengubah pandangan kita.
Ternyata, mereka adalah manusia purba yang cerdas dan kreatif. Mereka mampu membuat alat-alat yang rumit, menciptakan karya seni, dan bahkan melakukan ritual simbolik.
"Anda dapat menemukan… gigi yang mungkin telah ditindik untuk dipakai atau dijadikan perhiasan, dan ini berasal dari situs yang sangat terkait dengan Neanderthal," kata Smith. "Jadi sepertinya abstraksi dan simbolisme dasar telah dipraktikkan, setidaknya oleh Neanderthal akhir."
Baca Juga: Apa Benar Homo erectus Punya Bahasa dan Berlayar Menyeberangi Lautan?
Sudut Pandang Baru Peluang Bumi, Pameran Foto dan Infografis National Geographic Indonesia di JILF 2024
KOMENTAR