Sebagai keturunan bangsawan, Raden Aboe Bakar mendapat pendidikan yang baik dan bekerja di Konsulat Belanda di Jeddah. Raden Aboe Bakar memperkenalkan guru-gurunya seperti Sayyid Abdullah Azwawi kepada Snouck Hurgronje.
Berkat hubungan dari Azwawi, Snouck Hurgronje bertemu dengan beberapa guru dan murid di Mekah. Berkat pengalamannya di Mekah dan Aceh pada akhir abad ke-19, Snouck menjadi sarjana Islam terkemuka yang membantu pemerintah kolonial.
Snouck menekankan pengaruh Pan-Islamisme di Indonesia dan cara-cara agar pemerintah kolonial Belanda dapat mengurangi pengaruh Pan-Islamisme di Indonesia.
Ia adalah pendukung visi kolonial pada saat itu. Singkatnya, Snouck mendukung bahwa tujuan proyek kolonial adalah membawa umat Islam dari Abad Pertengahan menuju modernitas.
Ia tidak setuju dengan penyatuan antara agama dan politik seperti di Abad Pertengahan. Menurutnya, peradaban modern ditandai dengan pemisahan antara agama dan politik serta pandangan inklusif terhadap kemanusiaan.
Snouck berpendapat bahwa tujuan kolonialisme bukan hanya untuk menguras sumber daya ekonomi dari wilayah jajahan, tetapi juga memperkenalkan modernitas kepada penduduk asli.
Oleh karena itu, ia menolak kebijakan Pan-Islamisme Ottoman di Indonesia, karena dianggap dapat merusak proses modernisasi di Indonesia.
Kecenderungan penyatuan antara agama dan politik menjadi perhatian utama Snouck Hurgronje. Ia mengatakan bahwa pada akhir abad ke-19, banyak umat Islam yang hidup di bawah kekuasaan non-Muslim.
Di dunia, hanya sepuluh persen umat Islam yang hidup di bawah negara Muslim yang merdeka. Biasanya, umat Islam selalu membayangkan kekhalifahan dan berusaha melawan negara-negara kafir serta ingin mengubah negara menjadi negara Muslim.
Di sini, 'Konstantinopel' memainkan peran penting. Banyak umat Islam berusaha membantu Konstantinopel dan mengangkat isu-isu Muslim.
Berdasarkan bukti ini, Turki memiliki peluang besar untuk mempengaruhi semua negara Muslim. Tidak diragukan lagi, Pan-Islamisme bisa datang dari Konstantinopel.
Baca Juga: Ketika Penaklukan Konstantinopel oleh Kekaisaran Ottoman Ubah Sejarah
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR