Mitos Prometheus awalnya hanya mencuri api dengan menyembunyikannya dalam tangkai adas, tapi pada abad kelima mulai 'berubah' menjadi obor dan menjadi sebab musabab perlombaan obor. Penulis perjalanan Yunani kuno, Pausanias, menggambarkan jalur perlombaan obor sebagai berikut:
"Di Akademi terdapat sebuah altar Prometheus, dan mereka berlari dari altar itu menuju kota sambil memegang obor yang menyala. Lari dan menjaga nyala obor adalah inti permainannya. Jika obor pelari pertama padam, ia kalah dan pemenangnya adalah pelari kedua, tapi jika obornya kemudian mati juga, pelari ketiga adalah pemenangnya, dan jika obor semua pelari padam, tidak ada yang memenangkan perlombaan."
Lomba obor dalam acara tahunan Prometheia dimulai dari altar Prometheus di Akademi dan berlari melalui Kerameikos menuju Gerbang Dipylon, atau 'menuju kota', seperti yang dikatakan oleh Pausanias, dengan jarak sekitar tiga perempat mil.
Garis akhir lomba obor yakni di ambang pintu kota, fakta bahwa tempat akhirnya tidak di dalam kota itu sendiri melambangkan permulaan datangnya api kepada manusia, sementara festival untuk dewa-dewa lain adalah perayaan atas penggunaan api.
Namun, ada pendapat lain mengungkap bahwa lomba obor ditujukan untuk mengisi kembali api kota di Prytaneum sebelum perayaan 'phratry' Apatouria di mana obor dinyalakan dari perapian kota ke altar masing-masing tempat.
Perlombaan obor yang diadakan untuk menghormati dewa-dewa lain dimulai dari altar Prometheus atau altar Eros yang berdekatan dan berlanjut lebih jauh ke dalam kota bahkan hingga Altar Athena yang apinya digunakan untuk menerangi pengorbanan besar sebagai tanda puncak perayaan.
Dalam sandiwara The Frogs, Aristofanes mengisahkan cerita lucu tentang perlombaan obor di Panathenaia. Dewa Dionysus turun ke dunia bawah menemui penyair yang sudah meninggal, Aeschylus, ia mengeluh bahwa di Athena kekurangan disiplin dan tidak ada latihan lari untuk lomba obor! Dionysus pun menjawab:
"Amin! Aku hampir mati tertawa saat ada pelari lambat di Panathenaia, ia gemuk, bungkuk, dan wajahnya pucat, ngos-ngosan di belakang. Saat sampai gerbang, orang-orang Kerameikos menampar perutnya dan ia kentut sambil lari meniup obornya!"
Kebiasaan menampar pelari payah ini sampai jadi peribahasa terkenal: 'tamparan Kerameikan.'
Pausanias menggambarkan perlombaan obor dilakukan satu orang saja, tapi ada pendapat lain yang mengatakan secara tim estafet. Herodotus, misalnya, membandingkan kurir pos Kekaisaran Persia yang bekerja secara tim estafet untuk mengantar surat dari dengan perlombaan obor Yunani.
Demikian pula, Aeschylus membandingkan pergerakan nyala api dari Troya ke Mycenae dalam pidato terkenal Clytamnestra: "Atlet pemawa obor telah aku atur satu demi satu secara berurutan untuk menyelesaikan lintasannya, ia yang menang adalah yang larinya paling awal sekaligus akhir."
Baca Juga: Prometheus, Satir, dan Api:
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR