Kedua, privatisasi dan korupsi: awalnya, Janissari hanya diisi oleh tentara profesional yang hidup di barak dan sepenuhnya berdedikasi pada tugas militer. Namun, pada abad ke-17 dan ke-18, Janissari mulai mengabaikan aturan-aturan ini.
Banyak dari mereka memiliki pekerjaan sipil dan tinggal di luar barak, yang menyebabkan penurunan disiplin dan profesionalisme militer. Banyak Janissarl juga terlibat dalam perdagangan dan ekonomi kota, sehingga mereka memiliki kepentingan pribadi di luar urusan militer.
Ketiga, keuntungan ekonomi: anggota Janissari menerima gaji yang dijamin, tanah, dan tunjangan ekonomi lainnya. Keuntungan ini menjadikan korps ini sebagai organisasi yang diinginkan oleh banyak orang, bahkan bagi mereka yang bukan militer.
Janissari yang awalnya merupakan unit elit perlahan berubah menjadi kelompok yang lebih tertarik pada kepentingan pribadi dan mempertahankan hak-hak istimewa mereka.
Pemberontakan Janissari
Janissar mulai memberontak terutama karena perubahan sosial dan ekonomi yang mereka alami, serta ketidakpuasan terhadap reformasi yang diusulkan oleh Sultan Ottoman.
Sultan Mahmud II, yang memerintah dari 1808 hingga 1839, berusaha memperkenalkan reformasi besar untuk memodernisasi dan menguatkan militer Kesultanan Ottoman yang mulai melemah.
Salah satu langkahnya adalah membentuk tentara baru yang lebih modern, yang lebih disiplin dan lebih siap menggunakan teknologi militer modern. Janissari menolak perubahan ini karena mereka merasa posisi dan hak-hak istimewa mereka terancam.
Janissari telah menjadi kekuatan politik yang sangat berpengaruh dalam pemerintahan Ottoman. Reformasi yang diusulkan oleh Sultan Mahmud II akan mengurangi kekuasaan mereka.
Mereka takut jika korps mereka dibubarkan, mereka akan kehilangan pengaruh politik, ekonomi, dan sosial mereka. Sepanjang sejarah Kesultanan Ottoman, Janissari sering memberontak setiap kali mereka merasa kepentingan mereka terancam.
Mereka menuntut lebih banyak gaji, menolak kebijakan pemerintah yang mereka anggap tidak adil, dan terkadang memberontak hanya untuk menggulingkan sultan yang tidak mereka sukai.
Baca Juga: Pembelajar 'Jawa' di Ottoman
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR