“Mereka tidak benar-benar mengunyah dan merasakan seperti kita. Cara mereka makan lebih seperti isapan,” kata Laura Redaelli, salah satu anggota tim peneliti. Radaelli adalah mahasiswa Ph.D bidang biologi laut di Pusat Ilmu Kelautan dan Lingkungan di Madeira.
“Begitu benda yang tidak dapat dimakan masuk ke mulut mereka,” katanya, “sudah agak terlambat bagi mereka untuk menyadarinya.”
Dan mengapa mereka harus menyadarinya? Sebelum plastik diciptakan, apa pun yang ditemui paus di laut dalam yang menghasilkan gema kemungkinan besar bersifat biologis. Serta kemungkinan besar bisa dimakan.
“Mereka tidak berharap melihat apa pun di air selain makanan,” kata Merrill, “jadi jika mereka menemukan sesuatu yang memiliki sinyal, mereka akan mengejarnya.”
Penderitaan terburuk
Savoca mempelajari konsumsi plastik hewan laut. Ia telah lama menduga bahwa selera paus bergigi terhadap plastik terkait dengan sonar mereka. “Betapa kuatnya plastik mampu meniru mangsa paus, sedikit mengejutkan bagi saya.”
Namun peneliti tidak dapat mengamati paus di laut dalam. Jadi penelitian tersebut mungkin tidak menggambarkan dengan sempurna bagaimana mereka melihat plastik di dunia nyata. Meski demikian, ia merasa para peneliti telah melakukan pekerjaan yang mengagumkan dalam memperkirakan kondisi nyata dengan sarana yang tersedia.
Dan ini adalah penelitian yang penting, mengingat semakin banyaknya sampah di laut dan konsekuensinya bagi hewan yang mengonsumsinya.
“Mengonsumsi sampah adalah salah satu penderitaan terburuk,” kata Savoca. “Mereka kesakitan dan kelaparan. Mereka berpikir sudah memakan mangsanya, jadi mereka tidak mengerti apa yang sedang terjadi.”
Produsen plastik dapat mencoba merekayasa plastik agar tidak terlalu mirip dengan mangsanya secara akustik, kata Redaelli. Namun ia juga mengakui bahwa hal ini mungkin hanya akan membuat paus lebih mudah terjerat dalam benda-benda seperti jaring plastik. Solusi lain mungkin mengganti plastik yang ada dengan bahan yang dapat terurai secara hayati, yang terurai dengan cepat di laut atau di perut paus.
Greg Merrill dan tim sepakat tentang perlunya mengurangi produksi plastik sejak awal. Pendekatan yang ideal, kata Savoca dan Merrill, melibatkan perubahan kebijakan dan pengalihan aliran limbah dari laut, terutama yang menyasar barang-barang sekali pakai yang tidak perlu.
“Mungkin kita bisa berharap bahwa, pada suatu saat, paus akan belajar membedakan antara plastik dan mangsa,” tambah Redaelli. Namun hingga saat itu tiba, semakin banyak plastik yang kita buang, semakin banyak hewan yang akan mati.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR