Setelah tahun 1946, kebaya mengalami perubahan estetik kembali karena hilangnya stratifikasi sosial dan menjadi populer di semua kalangan masyarakat. Pada masa itu, desain kebaya berubah dengan bentuk siluet, pemakaian kancing, tekstil, dan bentuk kerah yang berbeda.
Seusai kemerdekaan terutama di masa Orde Lama, pemerintahan Soekarno yang sedang mencari identitas budaya nasional Indonesia sebagai negara yang baru merdeka memutuskan mengangkat kebaya sebagai busana nasional.
Selain itu, budaya tradisional seperti kebaya menjadi salah satu media perlawanan orang Indonesia terhadap budaya Barat yang dikhawatirkan menjadi penyebab terkikisnya budaya asli Indonesia.
Pada masa orde baru, pemerintahan Soeharto menggunakan kebaya sebagai bentuk pengekangan kebebasan perempuan melalui konsep ibuisme.
Kebaya dipersempit fungsi dan pemaknaannya melalui kelompok Dharma Wanita dan PKK, dan pemakaian kebaya pada acara-acara resmi dan kenegaraan dengan model yang dipakemkan.
Tien Soeharto menjadi patron bagi perempuan Indonesia yang berkebaya. Di sisi lain, pemakaian kebaya sebagai pakaian sehari-hari mulai ditinggalkan kaum perempuan yang lebih memilih pakaian modern yang berkiblat pada budaya Barat.
Pakaian Barat menjadi simbol modernitas kaum perempuan terutama yang menetap di kota besar seperti Jakarta dengan alasan kebaya identik dengan sifat “tidak praktis” dan mengurangi kebebasan bergerak.
Seiring dengan perkembangan zaman, pengaruh modernisasi semakin memengaruhi perkembangan kebaya. Pada tahun 1970-an hingga 1980-an, gaya modern dan tren fashion dari Eropa mulai memasuki Indonesia dan mempengaruhi arus mode di Indonesia yang berubah ke arah gaya barat.
Hal ini menyebabkan minat pada kebaya menurun karena masyarakat lebih menyukai tampilan yang modern pada saat itu.
Namun, pada tahun 2000-an kebaya kembali populer dengan tampilan baru yang bermunculan dan desainer merancang kebaya dengan berbagai bahan kain, motif, aksesoris, dan detail aplikasi payet.
Baca Juga: Kerbau Betina Suka 'Nongkrong' dengan Teman yang Punya Kepribadian Mirip
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR