Nationalgeographic.co.id—Gelombang dahsyat tsunami melanda Aceh sekitar dua dekade lalu telah meninggalkan jejak duka yang mendalam di hati bangsa Indonesia dan dunia. Peristiwa ini tidak hanya menjadi salah satu bencana alam paling mematikan dalam sejarah, tetapi juga simbol kekuatan, ketahanan, dan solidaritas manusia.
Aceh, yang saat itu luluh lantak, kini bangkit menjadi wilayah yang lebih tangguh dengan infrastruktur yang diperkuat dan masyarakat yang lebih sadar akan mitigasi bencana.
Dalam rangka mengenang 20 tahun tsunami Aceh, Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa mengajak seluruh masyarakat untuk lebih waspada terhadap potensi bencana yang bisa datang kapan saja.
Rahma menegaskan, potensi bencana dalam bentuk gempa megathrust di wilayah selatan Jawa bisa saja terjadi dan dapat memicu tsunami dengan skala serupa di Aceh. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan dan masyarakat luas agar dapat melakukan mitigasi risiko dampak bencana dengan cermat.
Rahma menyebutkan bahwa berdasarkan hasil risetnya, segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda, menyimpan energi tektonik yang signifikan dan berpotensi melepaskan gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1.
“Potensi megathrust ini dapat memicu guncangan gempa yang besar dan tsunami, yang menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam,” ungkap Rahma usai menghadiri acara peringatan 20 tahun tsunami Aceh di Banda Aceh akhir Desember lalu.
Menurut simulasi yang telah dilakukan BRIN bersama tim peneliti dari berbagai institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3–15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa fenomena serupa pernah terjadi dalam sejarah, seperti Tsunami Pangandaran 2006 yang dipicu oleh marine landslide di dekat Nusa Kambangan.
“Energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan akan memicu tsunami tinggi yang bisa berdampak luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya,” jelas Rahma seperti dikutip dari laman BRIN.
Untuk itulah, BRIN menekankan pentingnya mitigasi melalui pendekatan struktural dan nonstruktural. Pendekatan struktural meliputi pembangunan tanggul penahan tsunami, pemecah ombak, serta penataan ruang di kawasan pesisir dengan memperhatikan jarak aman 250 meter dari bibir pantai.
Baca Juga: Tidak Hanya di Laut, Bagaimana Tsunami Bisa Terjadi di Danau?
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR