Nationalgeographic.co.id—Di antara bongkahan-bongkahan esnya yang sangat besar, lebih dari 130 gunung berapi bersembunyi di bawah permukaan Antarktika. Sebagian besar gunung berapi ini tidak aktif atau tersembunyi di bawah es. Namun ada beberapa spekulasi bahwa gunung berapi tersebut dapat meletus kembali karena mencairnya lapisan es di sekitarnya.
Peristiwa pencairan besar terakhir di Bumi terjadi antara 12.000 dan 7.000 tahun yang lalu setelah zaman es terakhir. Selama periode deglasial ini, aktivitas vulkanik di daratan meningkat dua hingga enam kali lipat dibandingkan dengan tingkat normal.
Para ilmuwan percaya bahwa semburan letusan tersebut disebabkan oleh mencairnya gletser. “Mencairnya gletser mengurangi tekanan pada mantel Bumi dan memungkinkan lebih banyak magma naik dan menyembur ke permukaan,” tulis Holly Large di laman IFLscience.
Sekarang, era pemanasan baru telah tiba karena perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Dulu diasumsikan bahwa Antarktika akan relatif kebal terhadap efek paling akut dari pemanasan dunia. Tapi kini, wilayah tersebut semakin menunjukkan tanda-tanda stres. Termasuk munculnya gelombang panas yang hebat dan tingkat hilangnya es yang mengejutkan.
Meski belum dipetakan, tapi ada kemungkinan bahwa hilangnya es akibat perubahan iklim dapat memicu peningkatan vulkanisme di Antarktika, mirip dengan apa yang terjadi selama periode deglasial sebelumnya.
Mengutip dari laman Science, saat beban gunung berapi terangkat, gas yang terperangkap dalam magma dilepaskan seperti buih dalam botol sampanye yang tidak ditutup. Pelepasan gas ini bisa memicu letusan.
Lebih dari 130 gunung berapi yang diketahui berada di Antarktika, banyak di antaranya berada di bawah es itu sendiri. Ada beberapa dianggap aktif. Yang paling menonjol adalah Gunung Erebus, gunung berapi aktif tertinggi di Antarktika. Gunung Erebus meletus terus-menerus selama beberapa dekade, memuntahkan debu emas saat meletus.
Jika beberapa gunung berapi ini “hidup” kembali oleh hilangnya es, hal itu dapat menciptakan lingkaran umpan balik gunung berapi-mencairnya es. Selama deglasial terakhir, peningkatan vulkanisme membantu mempercepat hilangnya lapisan es. Hal ini terutama karena pelepasan abu gelap yang meningkatkan efek albedo.
“Permukaan yang lebih gelap menyerap lebih banyak panas, dibandingkan dengan yang lebih terang,” tambah Large. Efek serupa mungkin terjadi di Antarktika jika perubahan iklim memicu gunung berapi menjadi sangat ganas.
Para peneliti telah mempertimbangkan apakah letusan gunung berapi di bawah es dapat membantu melonggarkan lapisan es Antarktika Barat. Hal tersebut mungkin menyebabkan bongkahan es tebal di bagian dalam benua itu tergelincir ke laut, sehingga permukaan laut meningkat.
Meningkatnya aktivitas gunung berapi juga akan mengeluarkan lebih banyak emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Hal ini akhirnya mengakibatkan suhu Bumi semakin meningkat. Hal ini, pada gilirannya, dapat menyebabkan lebih banyak hilangnya es, memicu lebih banyak letusan, dan seterusnya.
Baca Juga: Jelajah Putri Menuju Atap Tertinggi Antarktika
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR