Danielle mengatakan Yayasan Konservasi RASI masih membutuhkan tambahan sekitar 60-an pinger lagi agar bisa dipasang semua rengge di DAS Mahakam. Supaya pesut semakin terlindungi dari ancaman jeratan rengge.
Selain itu, Danielle juga menyatakan bahwa ancaman yang saat ini perlu diperhatikan adalah masalah racun/limbah di DAS Mahakam serta keberadaan ponton batu bara di anak Sungai Mahakam. “Dari awal kami tidak setuju ada ponton di anak sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter,” tegasnya.
Menurut Danielle, “Masyarakat tidak bahaya, tapi perusahaan yang lebih turut andil dalam bahayanya pesut tertabrak atau habitatnya itu. Mereka sering lewat pinggir sungai, menabrak, sehingga mikrohabitat ikan rusak karena akar-akar pohon di pinggir sungai dirusak sehingga arus jadi lebih kencang dan itu nggak cocok dengan ikan-ikan kecil. Nelayan pasang alat di situ juga sering rusak. Sebetulnya itu memang masalah. Solusinya jangan ada ponton di anak sungai yang kecil.”
Beruntung, Sungai Pela tidak pernah dilewati oleh ponton batu bara karena tak ada perusahaan batu bara yang beroperasi di hulu sungai tersebut. Selain itu, masyarakat Desa Pela juga sangat menjaga kelestarian perairan di sekitarnya sehingga keberadaan pesut mahakam relatif lebih terlindungi dibanding di wilayah lainnya.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pela, Alimin Azarbaijan, mengatakan, “Dari zaman nenek moyang kita, dari dulu-dulu pesut itu memang berkawan dengan nelayan.” Sejak dulu, pesut telah menjadi penunjuk bagi para nelayan dari Desa Pela. “Ketika ada pesut, berarti ada banyak ikan di sana,” ujarnya. “Itu jadi pertanda bagi nelayan untuk mencari ikan di lokasi yang tepat.”
Oleh karena itu, para nelayan dari Desa Pela tidak pernah mau mengganggu apalagi membunuh pesut. “Mereka khawatir juga kalau pesut habis atau nggak ada lagi, mereka nggak bisa juga memperkirakan ikan itu ada atau enggak,” tutur Alimin.
Danielle Kreb menambahkan bahwa keberadaan pesut mahakam memang dirasa sangat berguna bagi masyarakat di tepi DAS Mahakam, khususnya warga Desa Pela. Pertama, dari aspek hiburan dan budaya yang terwariskan.
“Mereka punya koneksi erat dengan pesut karena ada legendanya dan karena mereka terhibur,” ucap Danielle yang sudah sangat fasih berbahasa Indonesia dan amat paham budaya Kalimantan Timur. Wajah dan perawakan perempuan berkulit putih dan berambut pirang itu sekilas mirip Jane Goodall versi lebih muda.
Jane Goodall adalah peneliti senior yang terkenal amat dekat dengan simpanse si mamalia darat, sedangkan Danielle Kreb amat erat dengan pesut mahakam si mamalia air. Kemiripan lainnya, Jane pergi jauh dari Inggris untuk menghabiskan waktunya meneliti di pedalaman Tanzania, sedangkan Danielle berkelana dari Belanda ke pedalaman Kalimantan Timur untuk meneliti bahkan akhirnya berkeluarga di Bumi Etam.
Danielle melanjutkan pemaparannya, “Kedua, karena pesut membantu menggiring ikan ke pinggir, di mana ada jaring mereka (nelayan). Atau, pesut membantu kasih tahu di mana lokasi banyak ikan.”
Nelayan setempat juga meyakini bahwa menjerat pesut berarti mendapatkan nasib buruk. “Pertama, jaring mereka rusak. Keduanya, itu kan nenek keturunan manusia, jadi nggak bagus kalau kena jaring mereka,” beber Danielle.
Pada Selasa pagi menjelang siang itu, seekor pesut mahakam terlihat muncul di Sungai Pela. Hanya siripnya yang sepintas terlihat, tatapi sudah cukup membuat heboh banyak orang yang beruntung bisa melihatnya.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR