Oleh Arifah Aulia Tsabitah dari SMA Negeri 2 Bengkulu
Nationalgeographic.co.id—Krisis iklim adalah salah satu masalah yang sedang dihadapi dunia saat ini. Istilah ini mengacu pada fenomena perubahan iklim yang berada dalam kondisi krisis dan berdampak signifikan pada keberlangsungan makhluk hidup. Selain itu, kondisi ini dapat menyebar dan menyebabkan masalah lain seperti kekeringan, ancaman ketahanan pangan, bencana alam, dan sebagainya.
Pada tahun 1979, World Climate Conference (WCC) mendefinisikan iklim sebagai keadaan sintesis cuaca suatu wilayah dalam jangka waktu yang lama. Iklim kini telah mengalami perubahan yang signifikan dalam waktu yang lama, dari sangat panas hingga zaman es, dan kita sekarang berada di era di mana iklim kembali berubah dengan cepat.
World Economic Forum mengeklaim bahwa jumlah gas-gas ini akan melampaui batas aman yang ditetapkan, yaitu 1,5 (_o)C pada tahun 2023. Akibatnya, suhu bumi akan meningkat secara signifikan, yang akan menyebabkan es di kutub mencair dan mengancam tenggelamnya pulau-pulau dataran rendah pada tahun 2040. Seperti yang diamati Triana (2008), hal ini jelas berdampak negatif pada kehidupan seluruh makhluk hidup di Bumi.
Lebih dari setengah anak di dunia menghadapi ancaman serius akibat perubahan iklim, menurut data dari Children's Climate Risk Index (CCRI) UNICEF, yang menunjukkan bahwa anak-anak dan generasi muda adalah kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Salah satu negara yang paling terkena dampak adalah Indonesia. Anak-anak di Indonesia sangat rentan terhadap berbagai masalah kesehatan dan bencana alam yang disebabkan oleh perubahan iklim. Indonesia menempati posisi peringkat ke 46 dari 163 negara. Fakta bahwa Indonesia termasuk dalam 30% negara dengan populasi anak yang paling terancam perubahan iklim seharusnya mendorong masyarakat Indonesia untuk segera mengambil tindakan nyata.
Indeks Kinerja Perubahan Iklim (CCPI) menunjukkan bahwa upaya Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim masih belum optimal. Peringkat Indonesia dalam indeks ini terus menurun, yang berarti kita masih tertinggal dalam hal penanganan perubahan iklim dibandingkan negara lain.
Kenaikan suhu rata-rata di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir merupakan bukti nyata dari perubahan iklim yang sedang terjadi. Kenaikan suhu ini akan berdampak pada pola curah hujan, terutama saat terjadi fenomena El Nino. Hal ini dapat menyebabkan kekeringan yang berkepanjangan dan berdampak pada sektor pertanian dan ketersediaan air bersih. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, sudah jelas bahwa masalah krisis iklim harus ditanggapi dan diatasi dengan serius.
Cara untuk mengatasi krisis iklim sangat berkaitan dengan pengurangan emisi karbon. Hal ini didasarkan pada beberapa faktor krisis iklim, seperti penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik, penggunaan transportasi yang masih menggunakan bahan bakar fosil, deforestasi, dan timbunan sampah, faktor-faktor tersebut memengaruhi kenaikan emisi karbon di dunia. Masalah ini merupakan sebuah tanggung jawab dan hal yang harus diatasi oleh semua orang yang tinggal di bumi.
Dalam sebuah artikel penelitian yang berjudul “Revitalisasi Peran Pemuda Dalam Gerakan Sosial Peduli Perubahan Iklim Di Era Digital”, dapat diketahui bahwa generasi muda adalah aset berharga bagi bangsa karena memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam pembangunan negara, dalam hal ini penting bagi generasi muda untuk terus belajar dan mengembangkan diri agar siap menghadapi tantangan masa depan.
Selain itu, turut dikemukakan bahwa generasi muda memiliki kemampuan yang sangat baik dalam memanfaatkan teknologi untuk melakukan gerakan sosial. Media sosial telah menjadi alat yang efektif bagi generasi muda untuk menyebarkan informasi dan mengorganisir aksi- aksi sosial.
Baca Juga: Ribuan Tahun Jadi 'Lemari Pembeku', Kenapa Arktik Kini Jadi Penyumbang Emisi?
Selain media sosial, generasi muda juga dapat memanfaatkan media digital lain seperti gim video. Studi yang diterbitkan oleh National Institutes of Health mengungkapkan adanya korelasi positif antara permainan gim video prososial (yang mempromosikan perilaku menolong) dengan peningkatan perilaku prososial individu.
Melalui berbagai metode penelitian eksperimental, korelasional, dan longitudinal di beberapa budaya (Amerika Serikat, Singapura, dan Jepang) studi ini menunjukkan bahwa paparan jangka pendek maupun keterlibatan jangka panjang dalam permainan jenis ini dapat berkontribusi pada pengembangan sifat-sifat prososial seperti perilaku menolong.
Data-data yang telah dipaparkan sebelumnya membawa kita pada sebuah ide mengenai upaya pengurangan jejak karbon dengan peran generasi muda. Ide yang dimaksud adalah menyajikan sebuah gim yang dapat memengaruhi generasi muda, terutama anak-anak dan remaja, agar memiliki kesadaran dan melatih kebiasaan yang dapat mengurangi jejak emisi karbon.
Reboisasi, penghematan listrik, pengurangan screen time, membuang sampah di tempatnya, penggunaan kembali, pengurangan, dan mengolah sampah kembali adalah beberapa contoh tindakan yang dapat mengurangi jejak karbon. Namun, penulis secara khusus memilih proses 3R (reuse, reduce, recycle) dan membuang sampah pada tempatnya sebagai inti dari gim yang akan dibuat.
Kenapa penulis memilih daur ulang dan pembuangan sampah? Ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, karena penulis ingin menemukan solusi atas masalah nyata di lingkungan sekitar penulis. Kedua, karena daur ulang sampah dan pembuangan sampah pada tempatnya adalah salah satu metode yang memiliki dampak signifikan terhadap pengurangan jejak karbon. Penulis akan membahas dua komponen ini secara menyeluruh.
Sebuah penelitian yang disebut "Jejak Karbon Pengolahan Sampah Di TPS Tlogomas Malang" menemukan bahwa tingkat daur ulang sampah di TPS Tlogomas Malang berkisar antara 40,57% dan 80,41%, menghasilkan jejak karbon bersih sebesar 1.147 ton CO2–eq per tahun.
Selain itu, penelitian ini menyajikan skenario atau bayangan. Dalam skenario 1 yang meningkatkan kapasitas pengolahan sebesar 60–88 persen dan skenario 2 yang meningkatkan kapasitas pengolahan sebesar 90–95 persen, jejak karbon bersih yang dihasilkan akan menurun menjadi 801 ton CO2 dan 427 ton CO2. Namun, dalam skenario 3, pengolahan sampah di TPS Tlogomas dihentikan, jejak karbon bersih yang dihasilkan akan meningkat menjadi 4.063 ton CO2.
Intinya, jika dilakukan perubahan sistem pengumpulan sampah yang hanya sekadar kumpul-buang di TPS dan TPA menjadi pengolahan sampah seutuhnya, seperti reduce-reuse-recycle-recovery, maka jejak karbon akan semakin berkurang. Inilah salah satu faktor penulis untuk memilih proses pengolahan sampah sebagai esensi dari video gim yang akan dibuat.
Untuk faktor selanjutnya, penulis akan lebih spesifik membahas masalah yang penulis temui di lingkungan sekitar penulis. Masalah yang dimaksud adalah mengenai banyaknya jumlah sampah yang terdapat di Provinsi Bengkulu yang masih minim akan pengolahan sampah.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2021, terdapat penurunan persentase perlakuan memilah sampah mudah membusuk dan tidak membusuk pada rumah tangga Provinsi Bengkulu tahun 2013 dan tahun 2014. Terlihat bahwa pada tahun 2013 persentase rumah tangga Provinsi Bengkulu dalam memilah dan memanfaatkan sebagian sampah adalah 6.27, persentase memilah dan kemudian dibuang sebesar 12.63, persentase total sampah sebesar 18.9, dan persentase sampah tidak dipilah sebesar 81.1.
Kemudian pada tahun 2014 terdapat beberapa penurunan persentase, seperti persentase memilah dan memanfaatkan sebagian sampah menjadi 3.28, persentase memilah dan kemudian dibuang berkurang menjadi 7.48, persentase total sampah menjadi sebesar 10.76, tetapi persentase sampah tidak dipilah mengalami kenaikan menjadi 89.24.
Baca Juga: Sedimen Dasar Laut, 'Area Mati' yang Justru Penting dalam Ekosistem 'Blue Carbon'
Selain itu, data ditampilkan pada tahun 2021 tentang persentase keterangan berapa sering sampah dipilah, dari selalu hingga sering. Provinsi Bengkulu sendiri memiliki persentase sebesar 8.7 setiap saat, seringkali 8.02, kadang-kadang 16.3, dan hampir tidak pernah 66.8. Dibandingkan dengan provinsi lain seperti Aceh dan Jambi, Provinsi Bengkulu tidak memiliki persentase pemilahan sampah yang sama.
Kedua faktor tersebutlah yang menjadi latar belakang penulis dalam menghasilkan ide dalam upaya mengurangi jejak karbon, yaitu berupa gim video dengan esensi memilah sampah. Adapun komponen dan rancangan dari gim video yang akan dibuat berupa platform dan aksesibilitas, mekanisme permainan sederhana, serta sistem poin dan reward.
Gim ini dirancang untuk platform mobile seperti Android dan iOS, dan memiliki target pengguna yang luas yang mencakup berbagai demografi. Karena tingginya penggunaan perangkat mobile di masyarakat saat ini, game ini diharapkan dapat dimainkan oleh banyak orang. Game ini dapat dimainkan oleh siapa saja dan kapan saja.
Mekanisme gim dibuat sederhana sehingga mudah dipahami oleh semua orang pada awalnya. Dalam aktivitas ini, pemain akan diajak untuk memisahkan sampah berdasarkan warna dan jenisnya, seperti sampah organik, plastik, dan kertas. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk mengajarkan pemain cara membuang sampah dengan benar dan memulai kebiasaan memilah sampah setiap hari.
Mekanisme permainan akan berkembang seiring waktu untuk mencakup elemen penting dalam pengelolaan sampah, seperti:
* Reduce: mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan
* Reuse: menggunakan kembali barang yang masih bisa digunakan
* Recycle: mendaur ulang material yang dapat diproses ulang
* Recovery: memulihkan sumber daya yang hilang atau rusak melalui proses pemulihan.
Gim ini memiliki sistem poin untuk mendorong pemain. Setiap kali mereka menyelesaikan tugas tertentu, seperti memilah sampah dengan benar atau mengikuti prinsip 3R, yaitu mengurangi, menggunakan, dan membuang, mereka akan mendapatkan poin, yang dapat dikumpulkan dan ditukarkan dengan berbagai hadiah, seperti minyak goreng atau bahan makanan tambahan.
Namun, untuk mendapatkan hadiah tersebut, pemain harus membawa wadah mereka sendiri; ini secara tidak langsung mengacu pada prinsip reuse dalam kehidupan sehari-hari dan mendorong pemain untuk menjadi lebih baik dalam mengelola sampah dan mengurangi penggunaan wadah sekali pakai.
Gim ini diharapkan dapat menjadi alat yang berguna untuk mengubah masyarakat untuk mengelola sampah dan menjaga lingkungan dengan menggabungkan hiburan dan pendidikan. Tujuan terakhir adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mengurangi jejak karbon melalui tindakan praktis yang dapat dilakukan setiap orang.
Artikel ini merupakan bagian kerjasama National Geographic Indonesia dan Toyota Indonesia dalam gelaran Toyota Eco Youth 13.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR