Nationalgeographic.co.id–Pegunungan Zagros membentuk bagian penting dari rangkaian pegunungan Alpen-Himalaya yang membentang di sebagian besar Asia barat daya dan Timur Tengah.
Sabuk orogenik ini berasal dari tumbukan lempeng benua Afrika, Arab, dan India dengan lempeng Eurasia dan subduksi ke utara serta penutupan Samudra Neo-Tethys, yang dulunya merupakan dasar laut antara benua Arab dan Eurasia.
Samudra Tethys, juga disebut Laut Tethys atau Neo-Tethys, adalah samudra purba selama sebagian besar Era Mesozoikum dan awal Era Kenozoikum, yang terletak di antara benua kuno Gondwana dan Laurasia, sebelum terbentuknya samudra Hindia dan Atlantik selama Periode Cretaceous.
Pegunungan Zagros terbentuk sebagai hasil konvergensi antara lempeng Arab dan lempeng Eurasia pada Akhir Kapur-Awal Miosen. Proses ini masih berlangsung hingga saat ini dengan laju sekitar 25 mm, yang menyebabkan Pegunungan Zagros dan Dataran Tinggi Iran bertambah tinggi setiap tahunnya.
Baru-baru ini, tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Universitas Göttingen, telah mempelajari bagaimana gaya yang diberikan oleh Pegunungan Zagros di wilayah Kurdistan Irak telah memengaruhi lengkungan permukaan Bumi selama 20 juta tahun terakhir.
Temuan mereka yang telah dipublikasikan di jurnal Solid Earth pada 25 November 2024 berjudul “The Miocene subsidence pattern of the NW Zagros foreland basin reflects the southeastward propagating tear of the Neotethys slab” telah mengungkapkan bahwa, jauh di bawah permukaan Bumi, lempeng samudra Neo-Tethys saat ini sedang retak dalam arah horizontal.
Retakan ini secara bertahap meluas dari tenggara Turki hingga barat laut Iran. Dalam kurun waktu jutaan tahun, beban berat pegunungan Zagros telah menyebabkan permukaan Bumi di sekitarnya melengkung ke bawah. Seiring berjalannya waktu, sedimen yang terkikis dari pegunungan terakumulasi di cekungan ini, membentuk dataran seperti Mesopotamia di Timur Tengah.
Ketika dua benua bertemu selama jutaan tahun, dasar samudra di antara keduanya meluncur ke kedalaman yang sangat dalam di bawah benua. Akhirnya, benua-benua bertabrakan, dan bongkahan batu dari tepiannya terangkat menjadi pegunungan yang menjulang tinggi.
Dalam studi tersebut, mereka menggabungkan ukuran depresi yang dihasilkan dengan topografi terkomputasi berdasarkan mantel Bumi untuk mereproduksi depresi yang luar biasa dalam di segmen tenggara area studi.
Para peneliti menemukan bahwa berat pegunungan saja tidak dapat menjelaskan depresi sedalam 3-4 km yang telah terbentuk dan terisi sedimen selama 15 juta tahun terakhir.
Baca Juga: Lempeng Pontus: Lempeng Bumi Misterius yang Hilang di Dekat Kalimantan
Mengulik Gastronomi Boga Sadhana, Konsep Pangan Masyarakat Pegunungan Jawa Abad 16-17
Source | : | SciTechDaily,The Geological Society |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR