Gao mengungkapkan bahwa biaya tenaga surya telah mengalami penurunan drastis. Dahulu, biaya energi surya mencapai 30 sen per kWh, namun kini telah merosot tajam menjadi hanya 3 sen per kWh. Bahkan, untuk proyek-proyek Trina Solar di Timur Tengah, biaya energi hanya 1 sen per kWh. Menurut Gao, ini adalah "harga energi terendah dalam sejarah manusia".
"Dengan fondasi ekonomi yang revolusioner ini, kita dapat sepenuhnya mengubah logika transisi energi," tegas Gao. Namun, Gao menekankan bahwa solusi tidak hanya terbatas pada penambahan panel surya atau turbin angin. Dunia membutuhkan "revolusi infrastruktur" yang setara dengan pembangunan infrastruktur internet di masa lalu.
Revolusi ini memerlukan investasi besar-besaran dalam jaringan listrik pintar dan terdesentralisasi. Teknologi kecerdasan buatan (AI) akan memainkan peran penting dalam menyeimbangkan fluktuasi pasokan dan permintaan energi. Selain itu, penyimpanan energi dalam skala besar sangat dibutuhkan untuk memastikan energi terbarukan menjadi lebih stabil dan dapat diandalkan.
Di tengah kekhawatiran bahwa AI akan mengonsumsi listrik dalam jumlah besar untuk mengembangkan model bahasa baru, para ahli teknologi justru memberikan pandangan yang optimis.
Memang benar, konsumsi listrik oleh AI dan teknologi digital lainnya diperkirakan dapat berlipat ganda pada tahun 2026 dibandingkan dengan saat ini. Namun, menurut para ahli, peningkatan ini akan relatif kecil karena teknologi itu sendiri terus berkembang menjadi lebih hemat energi dan mendorong efisiensi di berbagai sektor lain.
Uljan Sharka, CEO perusahaan AI iGenius, menyampaikan kepada peserta Davos bahwa chip Nvidia terbaru mampu mengonsumsi energi 25 kali lebih sedikit dibandingkan generasi sebelumnya, namun dengan daya komputasi 30 kali lebih besar. Lompatan teknologi yang signifikan ini terjadi hanya dalam kurun waktu 12 bulan.
Antonio Neri, CEO Hewlett Packard Enterprise, menambahkan bahwa AI menawarkan "peluang luar biasa untuk mempercepat transisi energi dan inovasi". Perusahaan Neri bahkan membangun pusat data terapung di atas air untuk mendinginkan server. Panas yang dihasilkan dari proses pendinginan ini kemudian dimanfaatkan untuk memanaskan gedung.
Greg Jackson, CEO Octopus Energy, menyoroti peran AI dalam menyeimbangkan jaringan listrik di Inggris. Dengan memanfaatkan AI, masyarakat kini dapat mengisi daya kendaraan listrik di rumah dengan biaya tiga kali lebih rendah dari harga listrik rata-rata. Hal ini menjadikan biaya operasional kendaraan listrik tujuh kali lebih murah per mil dibandingkan mobil berbahan bakar diesel atau bensin.
Optimalisasi jaringan listrik berbasis AI dapat memaksimalkan penggunaan energi terbarukan saat dihasilkan, memanfaatkan sisa jaringan untuk beban dasar, dan mengatasi tantangan variabilitas energi angin dan matahari. "Beralih ke energi terbarukan kini menjadi pilihan yang lebih ekonomis dibandingkan dengan jaringan bahan bakar fosil," pungkas Jackson.
Keberlanjutan dan keamanan energi: Sekutu, bukan musuh
Konsep "trilema energi" menekankan bahwa kebijakan energi yang efektif harus mempertimbangkan tiga aspek utama: keberlanjutan lingkungan, keterjangkauan biaya, dan keamanan pasokan. Keamanan pasokan ini menjadi perhatian utama, terutama setelah Eropa merasakan sendiri kerentanannya.
Baca Juga: 11 Perusahaan Travel Paling Berkelanjutan, Buat Liburan Lebih Bermakna
KOMENTAR