Fokus utama Singapura adalah sektor tenaga listrik, yang menyumbang 36,5% emisi negara pada tahun 2022. Pemerintah berinvestasi dalam teknologi baru seperti reaktor nuklir modular kecil dan energi hidrogen, yang diharapkan dapat mengurangi emisi secara signifikan di masa depan.
Dalam pidato Anggaran 2025, Perdana Menteri Lawrence Wong mengumumkan bahwa Singapura telah menandatangani perjanjian dengan Amerika Serikat untuk bekerja sama dalam proyek energi nuklir.
“Di dalam pemerintah, kami akan mengatur diri kami sendiri untuk memberikan penekanan yang lebih besar pada pekerjaan ini,” kata Wong.
“Kita akan membutuhkan kemampuan baru untuk mengevaluasi opsi, dan untuk mempertimbangkan apakah ada solusi yang dapat diterapkan Singapura dengan cara yang aman dan hemat biaya.”
Secara keseluruhan, Singapura berencana untuk menginvestasikan AS$3,73 miliar (sekitar Rp60,7 triliun) dalam energi bersih dalam beberapa tahun mendatang. Investasi ini menunjukkan komitmen Singapura untuk mencapai masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Dampak bagi bisnis dan juga konsumen
Strategi pemangkasan emisi Singapura tidak hanya berdampak pada produksi energi, tetapi juga memiliki implikasi ekonomi dan sosial yang luas bagi bisnis dan konsumen.
Bisnis di Singapura diperkirakan akan menghadapi peraturan lingkungan yang lebih ketat, yang mungkin memerlukan penyesuaian operasional dan investasi dalam teknologi yang lebih bersih.
Sementara itu, konsumen di Singapura dapat melihat harga energi yang lebih tinggi karena adanya peningkatan pajak karbon, yang bertujuan untuk mendorong penggunaan energi yang lebih efisien dan mengurangi emisi.
Dalam pengajuannya ke PBB, Singapura mengakui tantangan-tantangan ini dan menyatakan bahwa mencapai target 2035 akan membutuhkan peraturan, penetapan harga, dan kebijakan pasar yang lebih ketat untuk memberikan insentif dan memungkinkan semua sektor ekonomi untuk melakukan dekarbonisasi.
Pemerintah Singapura juga mengisyaratkan perlunya investasi dalam infrastruktur baru untuk mengatasi kenaikan permukaan air laut dan peristiwa cuaca ekstrem yang lebih banyak, sebagai bagian dari upaya adaptasi terhadap perubahan iklim.
Baca Juga: Sanggupkah Sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi Percepat Sustainability?
Meskipun Singapura relatif terlindungi dari dampak iklim yang paling parah, para ahli memperingatkan bahwa musim kemarau yang lebih panjang, curah hujan yang lebih deras, dan peningkatan suhu akan menjadi lebih umum di negara kota ini.
Kondisi-kondisi ini diperkirakan akan mempengaruhi berbagai industri di Singapura, termasuk sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata, serta kehidupan sehari-hari masyarakat Singapura.
KOMENTAR