Nationalgeographic.co.id—Singapura, salah satu negara kota yang dikenal dengan kemajuan dan keberlanjutannya, baru-baru ini mengumumkan target ambisius untuk memangkas emisi karbon. Bahkan, di saat negara-negara lain mungkin mengurangi komitmen mereka terhadap aksi iklim, Singapura justru memperkuatnya.
Negara ini berjanji untuk mengurangi emisi karbonnya hingga antara 45 juta dan 50 juta ton pada tahun 2035. Target ini, yang diserahkan ke PBB pada 10 Februari 2025, merupakan langkah penting dalam perjalanan Singapura menuju emisi nol bersih pada tahun 2050.
Masagos Zulkifli, Wakil Ketua Partai Aksi Rakyat Singapura, menyatakan, "Singapura adalah kota yang layak huni dan berkelanjutan, dengan udara bersih dan lingkungan hidup yang bersih, pasokan air yang kuat dan beragam, serta ruang hijau yang indah."
Pengakuan internasional terhadap upaya keberlanjutan Singapura juga datang dari Indeks Kota Berkelanjutan 2024, yang menempatkan Singapura sebagai kota paling berkelanjutan kedua di Asia dan kedelapan di dunia.
Lalu, bagaimana sebenarnya rencana Singapura untuk mencapai target-target tersebut?
Singapura memilih jalur yang mantap menuju nol bersih. Alih-alih melakukan pemangkasan emisi yang drastis menjelang pertengahan abad, Singapura memilih pendekatan yang lebih bertahap.
Mereka memperkirakan emisi akan mencapai puncaknya pada 64,43 juta ton pada tahun 2028, kemudian mulai menurun menjadi 60 juta ton pada tahun 2030, dan terus berkurang hingga tahun 2035.
Strategi ini, seperti dilansir Sustainability Magazine, menunjukkan komitmen Singapura untuk mengambil tindakan dalam jangka pendek dan tidak hanya mengandalkan teknologi dekarbonisasi di masa depan.
Para ilmuwan iklim sering mengkritik pendekatan yang terlalu bergantung pada teknologi masa depan, dan Singapura tampaknya ingin menghindari hal ini dengan mengambil langkah-langkah nyata sekarang.
Investasi pada energi bersih
Singapura menghadapi keterbatasan lahan untuk proyek energi terbarukan skala besar, sehingga mereka mencari solusi alternatif seperti panel surya lepas pantai dan impor energi bersih dari negara tetangga.
Baca Juga: Sustainability: Kerap jadi Limbah, Kulit Buah Kakao Ternyata Bisa Hasilkan Antioksidan
KOMENTAR