Nationalgeographic.co.id—Pernahkah Anda mendengar tentang istilah zona biru (blue zones)? Zona biru merupakan sebutan untuk tempat-tempat di mana penduduknya dilaporkan memiliki umur panjang dan hidup lebih sehat dari penduduk di wilayah lain.
Zona biru sendiri telah menarik minat para ilmuwan dan masyarakat umum selama bertahun-tahun. Tempat-tempat yang disebut zona biru yakni Okinawa (Jepang), Ikaria (Yunani), Ogliastra (Sardinia), dan Nicoya (Kosta Rika).
Penduduk di wilayah tersebut menjalani gaya hidup dengan aktivitas yang alami, memiliki tujuan, menjalani rutinitas dengan sedikit stres, makan dengan penuh kesadaran dengan pola makan berbasis alam, mengonsumsi alkohol dalam jumlah sedang, serta memiliki agama, keluarga, dan ikatan sosial yang kuat. Para peneliti mengatakan kebiasaan-kebiasaan inilah yang turut berkontribusi pada umur panjang mereka.
Kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah apakah penduduk di zona biru benar-benar berumur panjang? Ataukah hal itu lebih condong pada mitos daripada sains?
Dilansir Popular Science, sebuah makalah tahun 2016 yang ditulis bersama oleh Dan Buettner, seorang penjelajah dan jurnalis Amerika mengatakan, "Orang-orang (di zona biru) mencapai usia 100 tahun dengan tingkat 10 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat."
Namun, Saul J. Newman, PhD, peneliti di Oxford Institute of Population Aging di Inggris, meragukan keandalan data di balik klaim ini.
Newman mengungkap pola yang mengejutkan, yakni ketika negara bagian AS memperkenalkan akta kelahiran, kasus supercentenarian yang tercatat menurun drastis hingga 82 persen.
Newman menyimpulkan bahwa panjangnya umur orang centenarian (orang yang telah berusia 100 tahun atau lebih) dan supercentenarian (orang yang berusia 110 tahun atau lebih) di zona biru mungkin sebenarnya tidak ada hubungannya dengan faktor gaya hidup sehat, dan lebih mungkin merupakan hasil dari kesalahan dan penipuan dalam pencatatan.
Newman menunjukkan bahwa banyak zona biru memiliki karakteristik yang tidak terduga, seperti pendapatan rendah, tingkat literasi rendah, tingkat kejahatan tinggi, dan rentang hidup nasional yang lebih pendek dari rata-rata.
Faktor-faktor tersebut, jika dilihat secara logis, seharusnya justru mengurangi umur panjang seseorang, bukan malah memperpanjangnya.
"Hipotesis bahwa tingkat literasi dan pendapatan yang relatif rendah ini menghasilkan kesalahan dan kecurangan pelaporan usia dan pensiun, dan karenanya catatan usia, tampaknya diabaikan," tulisnya.
Baca Juga: Zona Biru: Mengapa Orang-Orang di Loma Linda Bisa Hidup Lebih Lama?
Kepercayaan Dikoyak, Kala Polah Dokter di Bandung Khianati Sumpah Hippocrates nan Mulia
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR